Jumat, 25 Oktober 2019

Pak Jokowi dan Pak Wishnutama, mulailah serius menggarap Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) dan jangan biarkan ‘turis kéré’ aka ‘turis ampas’ berkeliaran di tanah nusantara.


Tulisan ini adalah tulisan sy sendiri yg berjudul ‘RETIRE IN PARADISE: URGENSI PENGATURAN PARIWISATA PENSIUNAN (RETIREMENT TOURISM) DI INDONESIA (https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/379) dan telah dipublikasikan di Arena Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Melalui medsos sy mencoba untuk menceritakan kembali dgn Bahasa sederhana dan sedikit prokem agar mudah dimengerti.

Sy membaca pesan Pak Jokowi kpd Pak Wishnutama selaku Menteri Pariwisata yg baru. Singkat cerita, ada 4 target pariwisata Indonesia yakni peningkatan devisa, jumlah kunjungan turis, kualitas kepariwisataan dan waktu serta uang yg dibelanjakan oleh turis.

Tentu sebuah pesan atau lebih formilnya instruksi, disebabkan oleh adanya suatu tren, fenomena atau capaian statistik yg gagal. Ada fenomena/tren yg kurang mengenakkan di dunia pariwisata Indonesia. Semangat utk mengejar target kunjungan turis pd akhirnya mendegradasi kualitas pariwisata. Pariwisata dikemas sbg pariwisata murah. Paket wisata murah, hotel murah, restoran murah dsg. Tak salah jika pd akhirnya konsumen dari segmen pariwisata ini adalah ‘turis kere’ aka ‘turis ampas’ di negaranya. Pernahkah mendengar turis2 asing yg mengemplang biaya hotel/makan, mengais2 sampah tuk bertahan hidup, yg menyewa kos-kosan dlm waktu lama, turis jambret/rampok, turis asing pencari nafkah atau yg pd akhirnya memacari/menikahi warga lokal untk menyambung hidup? Inilah bukti konkrit mindset pengembangan pariwisata yg salah!!! Mau bicara statistik? Target kunjungan pariwisata Indonesia di 2019 adalah 20 Juta wisatawan per tahun. Lalu hasilnya? Ambyar! Hanya 17 juta kurang itupun sudah dgn menggencarkan ‘pariwisata murah’. Mungkin inilah sebabnya menteri pariwisata sebelumnya diganti, walau sy sangat yakin ini bukan hanya persoalan kapasitas menteri scr personal.

Lalu apa solusinya?
Yuk garap serius Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism)

Kenapa harus segmen ini?

1.  Pasar potensial
Data PBB menyebutkan 1/3 populasi dunia di tahun 2025 berumur di atas 60 Tahun. Hampir 30% penduduk Jepang berusia di atas 65 tahun. Di negaranya Donald Trump, dalam 5 thn terakhir, segmen pariwisata pensiunan menjadi salah satu kontributor utama pemasukan devisa pariwisata.

2. Segmen Pariwisata Terkaya
Turis pensiunan tentu memiliki modal finansial yang lebih kuat dan terencana. Mereka pasti telah melakukan perencanaan finansial secara matang untuk melakukan kunjungan wisata di hari tua di waktu mereka produktif bekerja. Ketika berbelanja, mereka pasti lebih banyak membelanjakan uangnya, apalagi jika disertai waktu kunjungan yg lama.

3. Segmen yg tidak mengenal musim ramai atau musim sepi
Segmen ini tidak mengenal musim bahkan mereka akan tinggal dalam waktu yang cukup lama dan disertai dengan penyewaan atau bahkan pembelian properti.

4. Segmen yg membutuhkan banyak tenaga kerja
Dari aspek medis, turis pensiunan pasti butuh pelayanan kesehatan yang rutin mengingat kondisi fisik dan mental mereka. Ini akan menjadi peluang bagi pengembangan jasa rumah sakit, SDM dan teknologi kesehatan. Tidak hanya soal medis, untuk menunjang kehidupannya, mereka pun akan membutuhkan jasa asisten rumah tangga, driver, atau mungkin tenaga keamanan. Ini semua adalah kesempatan kerja yg luar biasa? Apakah ini tidak terlalu mahal? Guys, sbg ilustrasi, di Australia, biaya 1x makan normal di restoran standar adalah 20 AUD (alias 200 Ribu). Maka, jika mereka membayar asisten RT sebesar 20 AUD selama 6 jam, ini masih sangat terjangkau bagi mereka. Ingat ini turis bukan ‘turis kere’.

5. Segmen ini lebih suka atraksi budaya ketimbang hiburan malam
Kenapa mereka datang berkunjung ke suatu daerah? Atraksi budaya adalah jawabannya. Prinsipnya, makin unik dan autentik budayanya, mereka akan semakin tertarik. Mereka tidak butuh hiburan malam. Selain mereka sudah puas melakukannya di masa muda, model hiburan malam pun jauh lebih megah dan beragam di negara asalnya. Apalagi jika ditambah judi dan prostitusi yang dihalalkan.

6. Segmen ini adalah ‘Environmentally Caring’
Ini terkait dengan karakter turis pensiunan yg lebih suka menikmati suasana pantai, danau, pegunungan dan daerah pedesaan ketimbang berjoget-joget ria di kafe remang-remang. Mereka pun akan lebih memilih hotel yg berkonsep hijau, bersih dan sehat dan bukan tipikal penikmat hotel kapsul, hostel, apalagi kos-kosan.

7. Segmen yg memungkinkan sektor Pertanian ikut berkembang
Turis pensiunan, tidak spt turis2 konvensional, tentu membutuhkan asupan makanan yg berbeda. Adalah keharusan bagi mereka untuk mengkonsumsi makanan yg lebih segar dan sehat. No more junk food or gorengan guys! Jadi, sector pertanian pun akan berkembang seiring peningkatan pasar turis pensiunan.

8. Investasi-investasi!
Istilah investasi nampaknya menjadi istilah favorit Kabinet Kerja Jilid 2. Selain terdapat Badan Koordinasi Penanaman Modal, terdapat pula Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi. Nah, jika segmen ini tergarap serius, tentu dibutuhkan pembangunan2 sarana akomodasi utk segmen turis pensiunan. Ini karena suatu akomodasi atau tempat tinggal harus melewati proses akreditasi tertentu agar dapat aman dan nyaman ditinggali oleh turis pensiunan.

Sayangnya, walau potensinya sangat besar, dari sisi hukum, belum terdapat pengaturan secara khusus terkait pengembangan pariwisata pensiunan ini. Tanpa legalitas berarti segala sesuatunya belum atau tidak pasti. Pemerintah, investor, dan turisnya pun menjadi ragu-ragu utk melakukan sesuatu.

Lalu seperti apa modelnya?
Nah, sebagai orang yg belajar hukum, sy mencoba merumuskan beberapa aturan yg harus ada apabila pemerintah saat ini serius meggarap pasar turis/pariwisata pensiunan. Intinya harus terdapat 4 model pengaturan yakni: model pengaturan yg melihat sifat dan kebutuhan khusus turis pensiunan, model pengaturan yg bersinergi dengan konsep pariwisata berkelanjutan;  yg mampu bersinergi dgn instansi lain terkait; dan memungkinkan terbentuknya IRTA atau Indonesia Retirement Tourism Authority. Detail dari setiap model ini tentu terdapat dalam tulisan sy ini apabila dibaca secara utuh.

Lalu apakah kita sudah terlambat apabila mulai mengembangkan Pariwisata Pensiunan?

Iya, kita terlambat, but it is better to late than never….Sebagai contoh, Thailand sdh mengembangkan program ‘Thailand Travel Shield” dgn ‘Retirement Visa’-nya. Malaysia gencar mempromosikan program ‘Malaysia My Second Home’ utk turis pensiunan. Bahkan mereka memberikan izin kepemilikan property bagi orang asing yg menikmati pensiun di sana. Lalu Filipina sdh memiliki Philipine Retirement Authority (PRA) yg memberikan sertifikat akreditasi perumahan, layanan gaya hidup, dan kesehatan bagi penyedia jasa turis pensiunan.

All in all, inilah saripati tulisan sy dan semoga pemerintahan baru saat ini tidak hanya mengejar target-target pariwisata yg menomorduakan kualitas pariwisata itu sendiri sehingga kelak kita bisa berkata bahwa Pariwisata kita bukan ‘Pariwisata Murah’ apalagi ‘Pariwisata Murahan’. Beras, Minyak Goreng, atau Pendidikan Murah adalah wajib krn itu dikonsumsi dan dibutuhkan masyarakat kita, tapi pariwisata jangan murah dong, apalagi kalo yg mengkonsumsi adalah warga asing.

Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Kok Rapid Test Bayar?

Kok Rapid Test Bayar? Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni   soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kit...