Minggu, 06 Desember 2009

ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM KONTRAK
oleh
IGN PARIKESIT WIDIATEDJA


a. Pengantar

Memasuki era milenium ketiga yang sarat dengan nuansa kecanggihan pengetahuan dan teknologi, membuka peluang bagi seluruh penduduk dunia untuk menjalani proses interaksi yang bersifat lintas negara. Kerjasama ekonomi pun menjadi praktek yang acap kali dijalankan para pihak, khususnya melalui transaksi-transaksi perdagangan internasional. Maka, keberadaan suatu kontrak internasional telah menjadi kebutuhan primer dalam memayungi beragam transaksi perdagangan tersebut.

Secara etimologi, kontrak merupakan persetujuan di antara dua orang atau lebih yang memuat satu atau beberapa janji yang bersifat timbal balik dan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Dalam kontrak yang bersifat internasional, tentu proses ini melibatkan unsur-unsur personalia, obyek kontrak ataupun area/wilayah secara lintas negara.

Tak jarang suatu kontrak internasional menimbulkan perselisihan-perselisihan hukum di antara para pihak. Karena melibatkan unsur asing, maka persoalan hukum yang kerap muncul antara lain:

a. Hukum manakah yang berlaku atas kontrak tersebut?
b. Forum atau pengadilan manakah yang berwenang mengadili jika terjadi sengketa hukum?

Dalam menjawab persoalan demikian, kita dapat menganalisis hukum yang berlaku berdasarkan titik-titik pertalian sekunder seperti pilihan hukum, tempat ditandatanganinya kontrak atau tempat pelaksanaan kontrak.

Namun pada prinsipnya dan sejalan dengan asas utama HPI dalam lapangan hukum kontrak, maka hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum yang berlaku atas pilihan para pihak dan disepakati para pihak dalam kontrak.

b. Pilihan Hukum (Choice of Law)

Berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, maka para pihak bebas menentukan isi dan bentuk dari kontrak, termasuk menentukan pilihan hukumnya. Beberapa kalangan menyatakan pilihan hukum ini kebanyakan dipilih karena sifat kepastian, kemanfaatan dan efektivitas serta menguntungkan bagi semua pihak.

Pada hakikatnya, para pihak bebas menentukan pilihan hukum dengan mematuhi sederet pembatasan seperti:

1. tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
2. pilihan hukum tidak mengenai hukum yang bersifat memaksa.

Pembatasan-pembatasan tersebut ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi kehidupan modern, seperti perlindungan konsumen, pencegahan penyalahgunaan wewenang dari penguasa ekonomi, serta upaya menjaga iklim kompetisi yang sehat.

Pilihan hukum dapat dilakukan dengan empat cara meliputi:

1. Pilihan hukum secara tegas: disini para pihak yang mengadakan kontrak, secara tegas dan jelas menentukan pilihan hukumnya.
2. Pilihan hukum secara diam-diam: untuk mengetahui adanya pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam, dapat ditelusuri dari maksud, atau ketentuan-ketentuan, dan fakta-fakta dalam kontrak tersebut.
3. Pilihan hukum secara dianggap: Pilihan hukum ini merupakan suatu dugaan hukum dalam hal ini hakim yang merupakan pegangan dalam mempertahankan bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu sistem hukum tertentu.
4. Pilihan hukum secara hipotesis: merupakan bentuk pilihan hukum yang ditentukan hakim.

c. Lex Loci Contractus

Menurut teori ini, hukum yang berlaku bagi suatu kontrak internasional adalah hukum tempat kontrak tersebut dibuat. Dalam era modern, teori ini sulit diterapkan karena kerap kali kontrak diadakan tanpa kehadiran para pihak di tempat yang sama.

d. Mail Box Theory/ Theory of Declaration

Menurut teori ini, apabila kedua belah pihak dalam suatu kontrak internasional tidak saling bertemu muka, hal yang menentukan adalah saat salah satu pihak mengirimkan surat yang berisi penerimaan atas penawaran yang diajukan oleh pihak lainnya. Hukum yang berlaku bagi kontrak itu adalah hukum negara dari pihak yang mengirimkan penerimaan atas penawaran tadi.

e. Lex loci Solutionis

Menurut teori ini, hukum yang berlaku bagi suatu kontrak adalah tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan. Sudargo Gautama mengatakan bahwa dalam praktek hukum internasional, umumnya diakui bahwa berbagai peristiwa tertentu dipastikan oleh hukum yang berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak.

f. The Proper Law of Contract

Negara-negara common law kerap menggunakan doktrin proper law of contract dalam menentukan hukum yang berlaku dalam suatu kontrak internasional. Namun begitu, teori ini tidak akan digunakan apabila para pihak telah memilih sistem hukum tertentu dalam kontrak yang dibuat (pilihan hukum).

Jika tidak terdapat pilihan hukum secara tegas, maka pengadilan akan menerapkan hukum suatu negara dimana kontrak tersebut dianggap berada, atau dimana transaksi tersebut mempunyai kaitan dengan faktor-faktor yang relevan dan mempunyai hubungan paling dekat serta substansial. Pengadilan akan menegaskan proper law secara objektif yang sesuai fakta dan keadaan dari tiap kasus, termasuk tempat kontrak itu dibuat, tempat pelaksanaan kontrak, tempat kedudukan atau bisnis para pihak, subjek kontraknya,dll. Dapat dikatakan secara singkat bahwa proper law of contract merujuk pada hukum yang mempunyai hubungan yang paling erat dan nyata dengan transaksi yang terjadi.

g. The Most Characteristic Connection

Apabila para pihak tidak menentukan sendiri pilihan hukumnya, maka akan berlaku hukum dari negara dimana kontrak tersebut memperlihatkan most characteristic connection (hubungan yang paling karakteristik).

Dalam teori ini, kewajiban untuk melakukan prestasi yang paling khas menjadi tolok ukur penentu dalam mengatur kontrak. Dalam setiap kontrak, dapat dilihat pihak mana yang melakukan prestasi yang paling khas sebagai landasan hukum dari kontrak tersebut. Sebagai contoh: dalam kontrak jual beli, pihak penjual dianggap memiliki prestasi yang khas. Dalam perjanjian kredit bank, pihak bank dianggap memiliki prestasi yang paling khas. Demikian pula hubungan antara klien dan advokat. Prestasi pihak advokat dianggap yang paling khas.

h. Lex Mercatoria

Hukum yang berlaku di dalam suatu transaksi internasional tidak hanya merujuk kepada salah satu hukum tertentu, tetapi dapat juga merujuk kepada suatu lex mercatoria. Secara historis, lex mercatoria merupakan sekumpulan hukum kebiasaan diantara para pedagang Eropa yang diadministrasi oleh pengadilan pedagang dimana para pedagang itu sendiri menjadi hakimnya.

Di era modern, lex mercatoria dapat dikatakan sebagai suatu norma yang bersifat otonom yang berlaku di kalangan pebisnis, dan merupakan prinsip-prinsip serta kebiasaan internasional yang bukan merujuk pada suatu sistem hukum internasional tertentu.

Adapun materi muatan lex mercatoria meliputi:

1. Peraturan-peraturan yang terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional;
2. hukum-hukum seragam seperti United Nations Convention on Contract for the International sales of Goods;
3. prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa pedagang di dunia seperti prinsip pacta sunt servanda;
4. resolusi-resolusi majelis umum PBB;
5. rekomendasi-rekomendasi dan kode-kode perilaku dari lembaga-lembaga internasional seperti: UNCITRAL dan UNINDROIT;
6. kebiasaan-kebiasaan dalam perdagangan seperti: ICC Incoterm;
7. putusan-putusan arbitrase.

Norma-norma yang dapat dikategorikan sebagai lex mercatoria antara lain:

1. Suatu prinsip umum bahwa kontrak dapat dilaksanakan jika berdasarkan prinsip pacta sunt servanda;
2. suatu kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik;
3. suatu kontrak yang dilaksanakan dengan cara menyuap atau cara-cara lain yang tidak jujur, batal demi hukum, atau tidak dapat dilaksanakan;
4. Jika dalam pelaksanaan kontrak timbul suatu kesulitan yang tidak diduga sebelumnya, para pihak dengan itikad baik hendaknya melakukan renegosiasi untuk mengatasinya;
5. para pihak tidak diperkenankan memuat syarat-syarat sepihak dalam kontrak yang membebaskan dirinya dari kewajiban;
6. penggantian kerugian untuk pelanggaran kontrak dibatasi hanya sampai pada konsekuensi-konsekuensi pelanggaran yang dapat dilihat;
7. pelanggaran kerugian sebagai akibat tidak dialihkannya barang, diperhitungkan dengan memperhatikan harga pasar dari barang yang bersangkutan;
8. pihak yang menderita kerugian akibat pelanggaran kontrak harus mengambil langkah-langkah wajar untuk menuntut ganti rugi terhadap pihak yang melanggar kontrak.

Kok Rapid Test Bayar?

Kok Rapid Test Bayar? Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni   soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kit...