TERBANG MENGENGGAM DUNIA
(KUMPULAN 45 SERIAL MOTIVASI)
Bagian I
sumber
1. andrew ho
2. Andrie Wongso
3. Adi W Gunawan
4. Andreas harefa
5. Eni Kusuma
6. Edy Zaqeus
7. Jennis S Bev
Collected by
Parikesit
1. Action is Power: Tindakan adalah Kekuatan
“There is no success without hardship.– Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras.”– Sophocles –
Setiap manusia pasti mempunyai impian, entah impian yang sederhana hingga yang kompleks. Tetapi tidak jarang diantara kita menghadapi hari-hari yang penuh keputusasaan. Semakin ingin meraih mimpi itu, tetapi semakin sulit rasanya berpindah dari tempat semula.
Namun kehidupan saya sekarang sudah lebih menyenangkan dibandingkan sebelumnya, karena saya telah berhasil mencapai beberapa impian. Walaupun akhirnya saya berhasil menjadi lebih maju dari sekian banyak orang, tetapi diantara tumpukan kesibukan, saya berusaha mengevaluasi mengapa kesuksesan itu masih sangat sulit diraih oleh sebagian besar manusia di dunia ini.
Memang banyak faktor yang berpengaruh terhadap tercapainya kesuksesan. Tetapi menurut saya, tanpa adanya tindakan konkrit maka mimpi-mimpi itu lambat laun hanya akan menjadi catatan kecil dalam sejarah hidup kita. Tanpa kerja keras, maka setiap problema yang muncul akan makin mengganjal usaha meraih mimpi-mimpi.
Kemudian saya teringat sebuah pepatah yang mengatakan, “No dream comes true until you wake up and go to work. – Tidak akan ada satupun impian menjadi kenyataan hingga kau bangun dari tidurmu dan bekerja.” Jacob Bronowski juga menegaskan hal itu, “Dunia ini hanya dapat dimenangkan dengan tindakan, bukan dengan permenungan. Tangan adalah sisi tajam dari pikiran.”
Sayapun menghadapi tantangan, menghambat atau menghalangi usaha. Tetapi kehidupan ini memang dipenuhi oleh pekerjaan-pekerjaan sulit. Saya berpegang pada sebuah pepatah Tionghoa yang mengatakan, “Janganlah takut lamban; takutlah hanya kepada tiadanya tindakan.”
Hal itu sangat masuk akal, sebab tindakan atau kerja keras menimbulkan sensasi kekuatan atau semangat yang lebih besar. Kerja keras sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan saya. Kerja keras selama ini menjadi teman yang paling setia membantu mewujudkan apa-apa yang saya inginkan dan meningkatkan rasa percaya diri.
Jika seseorang telah berhasil menyelesaikan tugas, maka ia akan lebih bersiap untuk menjalankan tugas lain yang mungkin lebih berat. Tindakan kerja yang nyata merupakan latihan berpikir kreatif dan menguatkan diri untuk menciptakan alternatif dan langkah-langkah efektif berikutnya. Selanjutnya, tindakan kerja menyebabkan seseorang tidak dapat berhenti bekerja.
Sikap demikian sejalan dengan arus kehidupan yang tidak pernah berhenti. “Life is often compared to a marathon, but I think it is more like being a sprinter; long stretches of hardwork punctuated by brief moments in which we are given the opportunity to perform at our best, – Hidup ini seringkali diibaratkan seperti lari maraton. Menurut saya, kehidupan adalah sebuah kesempatan yang sangat sempit. Tetapi kita harus mengekspansi diri dengan bekerja keras,” kata Michael Johnson.
Oleh sebab itu, kita harus cepat bergerak dan melakukan tindakan-tindakan yang berarti. Jangan berhenti berusaha dan bekerja sebab hal itu akan menyebabkan kita kehilangan momentum kesuksesan. Jangan menganggap bekerja sebagai sebuah beban, melainkan kesenangan. Karena pada dasarnya, bekerja adalah sebuah kesempatan besar untuk mengekspresikan diri dan indahnya kehidupan dengan cara yang keras dan nyata.
Kemudian saya berkesimpulan bahwa semakin cepat seseorang menerapkan tips bekerja keras, maka semakin cepat ia menciptakan kehidupan yang lebih sukses. Tetapi pertanyaannya sekarang adalah, “Apakah pekerjaan yang sudah diperbuat setiap hari semakin mendekatkan diri kita terhadap impian itu?”
Jika belum, maka lakukan beberapa tips bekerja yang dapat mendekatkan diri terhadap impian. Pertama adalah menetapkan impian secara spesifik. Kemudian menuliskan dan meletakkan tulisan itu di tempat-tempat yang mudah dilihat atau sesering mungkin dibaca atau saya sering menyebutnya autosuggestion. Kedua, adalah mengidentifikasi hambatan yang menghalangi, dan menghindarinya. Dengan demikian kita dapat bertindak efektif, tidak sekedar efisien. Fokus merupakan tindakan kerja yang efektif, barulah lakukan efisiensi sewajarnya. Jalankan semua itu dengan komitmen yang tinggi atau penuh kesungguhan. Pada akhirnya, banyak-banyaklah belajar dari impian yang ada. Setidaknya kita harus banyak memetik hikmah dari proses pencapaian itu. Namun yang terpenting dari semuanya adalah persiapkan diri dengan baik dan lakukanlah sesuatu. Kata Jennifer Amafibe, “A step to hardworking can lead to a step of a thousand successes. – Sebuah tindak kerja keras mengarah selangkah lebih dekat pada ribuan kesuksesan.” Sebab kesempatan yang baik seringkali tidak datang dua kali.*
Attitude is Everything - Sikap adalah Segalanya
Attitude is a little thing, but can make big differences. – Sikap adalah suatu hal kecil, tetapi dapat menciptakan perbedaan yang besar. Sikap berperan sangat penting terhadap kesuksesan atau kebahagiaan seseorang. Sejumlah ilmuwan dari universitas terkemuka di dunia mengungkapkan bahwa manusia dapat menggali potensinya secara lebih mendalam dan luas dengan sikap yang positif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar, berhasil disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise hanya berperan pada 15% sisanya. Sikap mempunyai peran yang lebih besar di bidang bisnis jasa maupun bisnis pemasaran jaringan. Sikap berperan pada 99%, jauh lebih besar dibandingkan peran keahlian yang hanya 1%. Dapat dikatakan bahwa mencapai sukses di bisnis jasa maupun bisnis pemasaran jaringan sangatlah gampang, selama dilakukan dengan sikap yang positif. Ada sebuah kata-kata bijak yang menyebutkan, “Your attitude not aptitude determine your altitude – Sikap Anda bukanlah bakat atau kecerdasan, tetapi menentukan tingkat kesuksesan Anda.”
Pengaruh Kekuatan Spiritual, Impian dan Antusiasme Terhadap Sikap Seseorang
Sikap positif dapat terus ditingkatkan, tentu saja memerlukan waktu cukup lama dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor spiritual atau kemampuan untuk bersyukur, aspirasi atau kemampuan menciptakan impian dan kekuatan atau semangat dalam diri manusia itu sendiri sangat mempengaruhi sikap seseorang. Faktor-faktor tersebut memberikan kontrol terhadap sikap seseorang dalam memilih respon terbaik atas kejadian-kejadian yang dialami. Kekuatan spiritual berpegaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melihat sisi positif dari setiap kejadian. Kekuatan keimanan menjadikan seseorang akan mampu mengartikan semua fenomena hidup ini sebagai pelajaran berharga, yang dapat membangkitkan nilai lebih dalam diri. Contohnya saja Helen Keller, meskipun kehilangan fungsi indra pendengaran dan penglihatan sejak usia 19 bulan, ia masih selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Aku berterima kasih kepada Tuhan atas segala cacatku. Karena cacat yang kuderita, aku berhasil menemukan diriku sendiri, pekerjaanku dan Tuhanku,” kata sarjana lulusan Harvard University di Amerika itu. Dengan kekuatan keimanan ia dapat melakukan fungsinya sebagai umat manusia secara optimal, yakni sebagai seorang penulis karya sastra dan guru bagi orang-orang buta dan tuli.
Selain itu, kekuatan spiritual merupakan kontrol yang sangat efisien terhadap sikap seseorang. Sehingga orang itu tetap memiliki tekad yang kuat untuk berusaha dengan cara-cara yang positif tanpa kenal putus asa. Kekuatan spiritual mengarahkan sikap seseorang dan pikirannya kepada hal-hal yang positif, tidak dihantui oleh rasa tidak percaya diri, malas, dan sikap negatif lainnya.
2. Ayah Miskin Tidak Miskin
“Formal education will make you a living, self-education will make you a fortune. – Pendidikan formal akan memberimu kehidupan, sedangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman akan memberimu keberuntungan.”Jim Rohn
Robert T. Kiyosaki saat ini semakin populer saja. Tulisannya berjudul Rich Dad Poor Dad, telah menjadi inspirasi banyak orang untuk mendapatkan kebebasan keuangan. Sementara dalam buku lainnya, Robert T. Kiyosaki mengungkapkan teori Cashflow Quadrant. Ia menyarankan dan mengungkapkan tips bagaimana berpindah kuadran, dari kuadran E (pegawai) dan kuadran S (pekerja lepas) ke kuadran B (pebisnis) dan kuadaran I (investor).
Dalam tulisannya Kiyosaki mengungkapkan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan kebebasan waktu dan keuangan. Sementara pendidikan bukanlah syarat mutlak untuk mendapatkan kebebasan waktu maupun keuangan. Inti pesan dalam buku-buku tersebut telah mengilhami optimisme banyak orang yang tidak berpendidikan dalam meraih kesuksesan.
Tetapi bagi sebagian orang, tulisan Robert T. Kiyosaki itu telah memicu pertanyaan. Bila pendidikan bukan faktor penentu kesuksesan atau mendapatkan kekayaan, lalu apakah pendidikan tidak penting? Saya sering mendapatkan pertanyaan seperti itu, di radio maupun dalam seminar (public talk).
Saya berpendapat bahwa kekayaan yang diungkapkan oleh Robert T. Kiyosaki tidak dapat diartikan dari segi materi saja. Kekayaan meliputi ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Saya sendiri mengapresiasikan ‘Ayah miskin’ dalam buku Kiyosaki sebenarnya adalah orang kaya dan sukses.
Memang ‘Ayah miskin’ dalam tulisan Kiyosaki tidak sekaya ‘ayah kaya’ dari segi materi. Namun dari segi ilmu pengetahuan dan karir, ‘ayah miskin’ tergolong orang kaya dan sukses. Gelar Ph.D yang telah diraih ‘ayah miskin’ menunjukkan bahwa ia kaya ilmu pengetahuan, sehingga mampu meraih gelar yang cukup tinggi di dunia pendidikan. Dengan ‘kekayaannya’ yaitu ilmu pengetahuan dan pendidikan, ‘ayah miskin’ berhasil meraih posisi sebagai kepala Departemen Pendidikan di negara bagian Hawaii. Prestasi ‘ayah miskin’ itu menunjukkan bahwa selain kaya ia juga sukses dalam karir.
Berdasarkan uraian diatas, saya bermaksud menegaskan bahwa pendidikan di sekolah sangat penting. Pendidikan sekolah memang tidak menjamin seseorang pasti berhasil meraih kesuksesan atau kekayaan. Tetapi sistem, kedisiplinan dan ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah melatih para pembelajar bertindak disiplin dan bijaksana, bersikap positif, serta memiliki cara berpikir logis. Ketiga faktor itu sangat berpengaruh terhadap prospek kesuksesan seseorang dalam karir maupun keuangan.
Salah satu contoh pendidikan yang hanya ada di sekolah adalah strategi belajar. Strategi yang diajarkan kepada siswa-siswi di sekolah tersebut sangat membantu mereka memperbaiki kualitas pemikiran dan sikap. Semakin baik kualitas pemikiran dan sikap seseorang mengindikasikan kualitas kehidupan yang baik juga. Tidak sedikit orang-orang yang telah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan selama belajar di sekolah sangat bermanfaat untuk mengimplementasikan impian mereka kedalam kenyataan dan mendapatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Tetapi bukan berarti pendidikan dari sekolah itu sudah mencukupi kebutuhan kita akan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Untuk seterusnya, kita harus aktif mencapai kemajuan dengan terus belajar. Belajar adalah cara yang paling produktif menggunakan waktu dengan cara yang bijaksana dan mendidik, serta mendukung upaya kita mengembangkan diri dan mendapatkan kualitas kehidupan yang lebih baik.
3. BAHASA IBU SEBAGAI KUNCI PENGEMBANGAN MENTAL TOOLS
”That you may be strong be a craftman in speech for the strength of one is the tounge, and the speech of one is mightier than all fightings.”~Ptahhotep (written 5.000 years ago)
Artikel ini saya tulis untuk memberikan bahan pemikiran pada para orangtua dan pendidik mengenai pentingnya bahasa untuk perkembangan anak. Sebagai sesama orangtua dan juga seorang pendidik sudah tentu kita ingin memberikan yang terbaik bagi putra-putri kita. Kita ingin memberikan bekal yang bisa digunakan anak, kelak, dalam mengarungi samudera kehidupan. Kita semua ingin anak kita sukses. Kita semua, mengutip apa yang ditulis oleh sahabat saya Joseph Landri, bermimpi suatu saat nanti anak kita akan menjadi naga.
Orangtua memahami pentingnya pendidikan sebagai fondasi sukses. Namun sayangnya kebanyakan orangtua kurang kritis dan hanya mengikuti tren yang sedang “in”. Salah satunya adalah mengenai bahasa.
Dulu, waktu komputer baru menjadi tren, setiap orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya pasti akan bertanya kepada pihak sekolah, ”Di sini ada komputer, nggak?” Mengapa orangtua mengajukan pertanyaan ini? Karena mind-set mereka saat itu adalah kalau anak menguasai ilmu komputer maka anak akan sukses. Benarkah demikian?
Saat ini yang lagi ”in” adalah bahasa. Pertanyaan yang selalu diajukan oleh kebanyakan orangtua adalah, ”Di sini bahasa pengantarnya apa? Pake Inggris, Mandarin, atau hanya bahasa Indonesia?”
Nah, sama dengan komputer, mengapa orangtua mengajukan pertanyaan ini? Jawabannya juga sama. Karena mereka berpikir bila anak mampu menguasai bahasa asing, Inggris, atau bahasa ”Aseng”, Mandarin, maka anak pasti sukses di hidupnya kelak. Sekali lagi, benarkah demikian?
Orangtua dan pendidik mempunyai tujuan yang baik dan mulia. Namun sayangnya mereka tidak menyadari bahwa persepsi mereka mengenai sukses didasari oleh asumsi yang salah. Asumsi adalah sesuatu yang diyakini sebagai hal yang benar tanpa didukung oleh data-data yang valid. Asumsi yang salah selanjutnya mempengaruhi persespsi. Persepsi ini kemudian menjadi koridor berpikir yang menentukan arah dan hasil proses pikir mereka.
Nah, kembali ke masalah bahasa. Sebagai orangtua, pendidik, pembicara publik, penulis buku, dosen psikologi, dan juga seorang terapis saya banyak menemukan kasus anak yang ”hang” karena harus memenuhi ambisi dan tuntutan orangtua. Banyak orangtua yang bangga bila anak mereka sejak usia belia telah bisa cas cis cus (baca:berbicara) minimal bahasa Inggris atau kalau bisa sekalian Mandarin.
Ada kawan yang anaknya baru berusia empat tahun tiga bulan telah dicap sebagai anak bodoh karena, setelah dikursuskan, masih mengalami kesulitan menulis dalam bahasa Mandarin.
Ada klien yang saat di PG/TK disekolahkan di sekolah yang bahasa pengantarnya Inggris dan Mandarin. Namun saat masuk SD si anak, karena orangtuanya tidak mampu menyekolahkan di sekolah internasional atau yang bilingual karena mahal, masuk ke sekolah biasa dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Anak ini mengalami kesulitan belajar yang luar biasa dan akhirnya mengalami trauma yang cukup berat. Selidik punya selidik ternyata anak ini cukup cerdas. Masalahnya adalah di bahasa. Jelas tidak mungkin kita bisa mempelajari sesuatu dengan bahasa yang kita tidak kuasai. Dalam hal ini anak mengalami double-trauma. Pertama, anak trauma dengan bahasa dan yang kedua adalah dengan materi pelajaran.
4. BAHAYA KEBENCIAN DAN KEBAHAGIAAN
“Tujuan tertinggi bukanlah menghindari kebencian dan mencapai kebahagiaan.Tujuan tertinggi adalah mencapai kebebasan. Bebas dari perangkap kebencian dan kebahagiaan.” ~Y.M. Sri Pannyavaro
Suatu sore saat saya sedang asyik menikmati musik di dalam mobil, dalam perjalanan pulang dari kantor, tiba-tiba HP saya berdering. Siapa yang menelpon saya? Ternyata seorang bapak, sebut saja Pak Budi, yang ingin membuat janji bertemu untuk saya terapi.
Saat itu saya sedang sibuk sekali menyelesaikan satu proyek besar sehingga untuk sementara waktu saya terpaksa tidak bisa menerima klien. Saya menjelaskan situasi saya kepada Pak Budi dan mohon maaf karena tidak bisa menerimanya.
Namun Pak Budi tidak putus asa dan terus ingin membuat janji bertemu. Beliau berkata bahwa ia telah membaca buku-buku saya, khususnya Manage Your Mind for Success, Hypnosis: The Art of Subconscious Communication, dan Becoming a Money Magnet. Selain itu ia juga telah mengikuti seminar saya beberapa kali. Dan ia yakin saya bisa membantu menyelesaikan masalahnya.
Saya tetap berusaha secara halus untuk mengatakan bahwa saya tidak bisa, sampai akhirnya Pak Budi berkata, “Pak Adi, saya yakin Bapak yang bisa membantu saya. Saya sudah ke terapis lain dan selama dua tahun saya hanya diberi obat penenang. Saat ini saya depresi berat dan ada kecenderungan untuk bunuh diri.”
Melihat gentingnya situasi ini saya langsung mengatakan, ”Pak Budi, besok kita bertemu di rumah saya jam 16.00 tepat. Saya akan atur ulang jadwal saya besok sehingga saya bisa ada waktu untuk membantu Bapak.”
Esoknya, Pak Budi datang tepat pukul 16.00. Saya membutuhkan waktu sekitar 3 jam, mulai interview mendalam hingga aplikasi prosedur terapeutik untuk membantu Pak Budi mengatasi masalahnya.
Pembaca, jangan khawatir. Dalam artikel ini saya tidak akan menjelaskan prosedur terapeutik yang saya gunakan karena akan terlalu teknis. Namun ada hal yang sangat menarik yang bisa kita petik hikmahnya dari apa yang terjadi pada diri Pak Budi. Pak Budi sebelumnya tinggal di Medan dan bekerja di suatu perusahaan. Hidupnya saat itu sudah mapan. Ia sangat bahagia dan menikmati hidup. Namun satu kejadian mengubah arah hidupnya. Ia dipindah ke kota Surabaya. Selang beberapa saat kemudian ia mengalami PHK. Saat saya tanyakan mengapa dan bagaimana sampai bisa depresi ia menjawab, ”Setelah di-PHK saya merasa bingung. Nggak tahu mau kerja apa. Saya down dan malu. Saya malu dengan diri saya sendiri. Saya malu dengan keluarga saya. Saya malu dengan anak dan istri saya. Saya lalu mencoba berwirawasta. Hasilnya malah tambah terpuruk. Sudah dua tahun ini toko saya sepi. Saya susah tidur karena pikiran saya selalu memikirkan hal-hal negatif.” Pembaca, apa yang terjadi pada diri Pak Budi sebenarnya sederhana. Pak Budi tidak bisa menerima (baca: membenci) keadaannya saat ini. Yang ia inginkan adalah masa-masa bahagia seperti waktu ia masih bekerja di Medan. Saat membantu Pak Budi mengatasi masalahnya saya langsung teringat ucapan bijak yang dikatakan oleh Y.M. Pannyavaro di atas: “Tujuan tertinggi bukanlah menghindari kebencian dan mencapai kebahagiaan.Tujuan tertinggi adalah mencapai kebebasan. Bebas dari perangkap kebencian dan kebahagiaan.” ”Pak, tahukah Bapak kalau kemarahan dan kebencian itu sangat berbahaya?” tanya saya. ”Oh, sudah tentu Pak,” jawab Pak Budi mantap. ”Nah, tahukah Bapak bahwa kebahagiaan juga berbahaya bagi diri kita?” kejar saya lagi. ”Maksud Pak Adi? Bukankah yang dicari semua orang adalah kebahagian? Saya tidak mengerti bagaimana kebahagiaan bisa berbahaya bagi hidup kita?” jawab Pak Budi bingung.
5. BANGKIT DARI KETERPURUKAN
“Jika Anda mau menerima kegagalan dan belajar darinya, jika Anda mau menganggap kegagalan merupakan sebuah karunia yg tersembunyi dan bangkit kembali, maka Anda memiliki potensi menggunakan salah satu sumber kekuatan paling hebat untuk meraih kesuksesan.”~ Joseph Sugarman
Kehidupan kita tak akan pernah berjalan semulus yang kita pikirkan. Berbagai macam tantangan, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang-orang yang dicintai, disabotase, bangkrut dan lain sebagainya, bisa saja menyeret kita dalam keterpurukan. Bila kita melihat ke sekeliling, begitu banyak orang-orang yang tenggelam dalam keterpurukan dan terjerat cukup lama dalam kegelapan, misalnya menjadi pecandu narkoba, budak hutang dan kemiskinan, korupsi atau melakukan tindak kejahatan lainnya lalu dipenjarakan, dan bentuk kemalangan lainnya.
Bila kita cukup cerdas dalam menghadapi tantangan kehidupan, bermacam bentuk benturan keras seperti itu seharusnya tidak membuat kita semakin terpuruk. Tantangan kehidupan adalah kesempatan untuk introspeksi diri. Benturan keras dalam kehidupan akan menjadikan kita lebih mulia, jika kita segera sadar atas kekeliruan yang telah dilakukan, kelemahan yang harus diperbaiki, kembali menyusun dan melaksanakan rencana dengan lebih baik.
“Remember the two benefits of failure. First, if you do fail, you learn what doesn’t work; and second, the failure gives you the opportunity to try new approach. – Ingatlah 2 keuntungan yang kita peroleh dari kegagalan. Yang pertama adalah mempelajari apa yang tidak berjalan dengan baik; dan kedua adalah menjadi kesempatan bagi kita untuk mencoba pendekatan baru,” kata Roger Van Oech.
Menurut Roger, tantangan kehidupan adalah bagian dari perjalanan hidup supaya kita menjadi lebih cerdas menghadapi tantangan kehidupan. Tokoh-tokoh terkenal dan sukses, misalnya Walt Disney, Soichiro Honda, Thomas Edison, Wright Bros, Fred Smith, Mohamad Ali, Henry Ford, Bill Gates, Steve Jobs, Oprah Winfrey, Christoper Columbus, Anthony Robins, dan lain sebagainya, sudah pernah mengalami keras dan sakitnya kehidupan. Tetapi semua pengalaman pahit tersebut justru membimbing mereka ke gerbang kesuksesan.
Kesuksesan mereka bukan semata-mata dipengaruhi oleh faktor pendidikan ataupun modal, apalagi faktor kebetulan. Mereka berhasil lantaran kekuatan dan kecerdasan mereka menghadapi tantangan kehidupan. Menurut Paul G. Stoltz, Phd, dalam bukunya berjudul Adversity Quotient (AQ), ada tiga tipe manusia dalam analogi mendaki gunung:
1. Quitters – orang-orang yang mudah menyerah, sehingga kehidupan mereka semakin terpuruk dalam kemalangan.2. Campers – orang-orang yang mudah puas dengan apa yang sudah dicapai, sehingga kehidupan mereka biasa-biasa saja.3. Climbers – orang-orang yang selalu optimis, berpikir positif dan terus bersemangat kerja sampai benar-benar mendapatkan yang mereka inginkan.
Contoh dari tipe orang ke tiga adalah orang-orang yang sukses di dunia ini. Selalu memanfaatkan kesempatan untuk maju dan pulih dari keterpurukan adalah ciri khas mereka yang utama. Tak mengherankan jika mereka melalui setiap rintangan dengan tabah, berjuang keras, dan mental yang kuat. Tantangan kehidupan memang tidak pernah ada habisnya. Tetapi selama kita terus berusaha memperbaiki diri dan strategi ditambah dengan kesadaran spiritual yang lebih dalam, maka kita akan dapat mencapai tujuan tertinggi. “Our greatest glory is not in never falling, but in rising everytime we fail. – Kejayaan tertinggi bukan karena kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita selalu bangkit lagi ketika gagal,” cetus Confucius.
Oleh sebab itu, perbaiki diri terus-menerus, jangan menunggu sampai kemalangan itu benar-benar datang. Mantapkan keyakinan ketika membuat perencanaan dan menetapkan target yang memungkinkan tercapai. Kemudian langsung melakukan langkah-langkah untuk memastikan hasil maksimal, dengan penuh komitmen dan kerja keras, kecintaan dan semangat. Dengan demikian kita akan memiliki kepekaan sekaligus keseimbangan disaat harus menghadapi tantangan kehidupan yang cukup keras.
Mulai detik ini tanyakanlah pada diri sendiri seberapa besar pengaruh positif yang telah Anda dapatkan atas berbagai situasi yang Anda alami? Pastikan tantangan hidup selama ini membawa Anda pada kedewasaan, kebijaksanaan dan kualitas spiritual yang lebih baik. Dengan demikian Anda akan dapat menilai apakah Anda sudah mampu bangkit dan menjadi manusia yang lebih mulia atau belum.[aho] * Andrew Ho adalah motivator, pengusaha, dan penulis buku-buku bestselle
6.Belajar dari Ang Lee
“Keberuntungan mungkin akhirnya datang bagi yang menunggu. Tetapi hal itu adalah sisa yang ditinggalkan oleh mereka yang telah mengejarnya terlebih dahulu.” Abraham Lincoln
Sosok Ang Lee, pria kelahiran Taiwan, 3 Oktober 1954, lebih tepat menggambarkan orang yang tidak ingin mendapatkan sisa keberuntungan dari orang lain. Upayanya harus menghadapi tantangan sulit sebelum berhasil menjadi seorang Asia pertama yang dianugerahi sebagai sutradara terbaik dalam ajang Oscar Academy Award pada tanggal 5 Maret 2006. Kita dapat belajar dari perjuangan Ang Lee, bagaimana ia mengejar keberuntungannya itu.
Sekilas tentang Ang Lee di negeri asalnya, Taiwan, semasa masih sekolah setingkat SMU ia pernah gagal ujian dua kali. Kegagalan tersebut benar-benar mempengaruhi semangat Ang Lee pada masa-masa berikutnya. Selepas menyelesaikan pendidikan tersebut Ang Lee menempuh pendidikan seni di National Taiwan College of Art. Pada tahun 1975, ia berhasil menyelesaikan pendidikan di sana.
Menyadari bakatnya di bidang seni, Ang Lee berimigrasi ke Amerika Serikat lalu melanjutkan pendidikan ke University of Illinois, USA, jurusan seni drama. Langkah Ang Lee menempuh pendidikan seni pembuatan film di New York University menunjukkan sikap Ang Lee yang konsisten. Ilmu seni drama dari University of Illinois, USA, berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan yang ia dalami di New York University.
Pada tahun 1984, bakat Ang Lee yang sangat potensial di bidang seni mulai bersinar ketika ia menampilkan sebuah karya tulis berupa drama berdurasi 43 menit. Drama berjudul Fine Line itu benar-benar menyedot perhatian pemirsa dan kekaguman para juri. Tak diragukan lagi, karya Ang Lee tersebut mendapat predikat film dan sutradara terbaik dari New York University.
Sejak saat itu bakat dan kemampuan Ang Lee di bidang seni perfilman di Amerika sudah mengagumkan. Tetapi ia ingin mengangkat kisah kehidupan masyarakat Tionghoa ke layar lebar. Untuk itu ia memboyong keluarganya kembali ke Taiwan pada tahun 1986.
Setiba di Taiwan, tak satupun yang bisa ia lakukan, kecuali menganggur selama enam tahun. Sementara istrinya, Jane Lin, bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga sebagai seorang tenaga ahli biologi. Diceritakan bagaimana Jane Lin berusaha bersabar meskipun kehidupan ekonomi mereka sangat menderita. “Bukan salahnya (Ang Lee). Orangnya baik, hanya tidak dapat pekerjaan saja, ” ujar Lin bijaksana.
Meskipun belum mendapatkan kesempatan kerja, Ang Lee tidak tinggal diam. Ia terus mengasah kreatifitas dengan menulis naskah-naskah film, karena ia yakin akan kemampuannya di bidang tersebut. Tak mengherankan jika Ang Lee sudah siap dengan karyanya ketika pemerintahan Taiwan saat itu mengumumkan sebuah ajang kompetisi di bidang perfilman. Pada kompetisi yang diadakan pada tahun 1991 itu, Ang Lee mengirimkan karyanya berjudul Pushing Hands.
7. BELAJAR MENANGGUNG RISIKO KEHIDUPAN DARI ANAK KECIL
“Remember that great love and great achievements involve great risk. – Ingat! Cinta yang besar dan prestasi tinggi melibatkan resiko yang besar pula.” ~ Anonim
Risiko memiliki komponen ketidakpastian. Seumpama seseorang meloncat dari gedung berlantai 21 dan mengenakan parasut di punggungnya, ia tidak punya kepastian apakah nantinya parasut itu terbentang dengan baik ataukah tidak. Jika parasut itu gagal di kembangkan, dia berisiko terluka atau meninggal. Tetapi jika ia terjun tanpa parasut, jelaslah ia pasti meninggal dan berarti ia sama sekali tidak menghadapi risiko. Karena risiko itu ditandai dengan berbagai kemungkinan atau ketidakpastian.
Risiko juga bersifat perorangan. Kalaupun misalnya terjadi luberan lumpur panas seperti yang terjadi di Porong – Jawa Timur itu pasti tak hanya dihadapi perusahaan pengebor gas bumi. Tetapi risiko luberan lumpur panas tersebut juga menimpa semua komponen, diantarnya para pemegang saham, kreditur, dewan direksi, pegawai, terlebih penduduk sekitar yang harus mengungsi meninggalkan rumah dan harta benda karena terendam lumpur panas, dan lain sebagainya.
Kita menghadapi risiko setiap hari entah pada saat kita menyeberang jalan, makan, sekolah atau mengejar angkutan kota untuk berangkat kerja atau bahkan pada saat tidur. Beberapa sikap hati-hati sekalipun juga mengandung risiko. Contoh kita mencuci buah-buahan dan sayuran dengan larutan khusus supaya terhindar dari dampak penggunaan pestisida yang melekat pada buah-buahan dan sayuran. Tetapi ternyata langkah tersebut juga memiliki konsekuensi negatif yaitu berkurangnya vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya.
Dengan kata lain, risiko menguasai berbagai area dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan profesional dimanapun kita berada. Kendati demikian, jangan sampai kita berkeinginan untuk tidak menghadapi risiko, karena hal itu sangatlah tidak produktif. Segala risiko tak harus mengganggu kelangsungan aktifitas kita sehari-hari ataupun upaya kita untuk menjadi lebih baik.
Baiknya kita tidak belajar bagaimana menghadapi risiko dari anak kecil yang mencoba memulai langkah-langkah pertamanya. Umumnya mereka teguh berusaha melangkah, walaupun risikonya ia harus berkali-kali terjatuh. Lambat laun setelah terus mencoba, maka ia akan dapat berjalan bahkan berlari.
8. BELAJARLAH UNTUK SELAMANYA
“Learning is like rowing against the current, as soon as you stop, you are swept back. – Belajar layaknya berenang melawan arus. Bila Anda berhenti seketika itu pula Anda akan terdorong ke belakang.”~ Confucius
Ungkapan Confucius menegaskan agar kita tidak berhenti belajar. Seseorang yang berpotensi besar mempunyai masa depan cerah di era globalisasi modern ini adalah mereka yang menguasai ilmu pengetahuan. Hanya dengan belajar atau selalu memperbanyak bendahara ilmu pengetahuan maka proses pertumbuhan dalam kehidupan kita dapat terus berlangsung. “Meski miskin seorang yang berilmu akan tetap berharga,” demikian tandas Iukuzawa Yukichi (1835-1901) yang hidup di zaman Sakoku (Isolasi). Untuk itu coba kita perhatikan beberapa langkah agar semangat dan kemauan belajar kita terus berkobar.
Yang pertama adalah menanamkan dalam pikiran kita bahwa ilmu pengetahuan itu sangat penting berapapun usia dan bagaimanapun keadaan kita. Seiring dengan perubahan sebagai hasil dari inovasi tehnologi, maka masalah juga akan terus berkembang. Karena itulah kita perlu belajar untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan agar dapat mengatasi persoalan-persoalan yang terus berkembang tersebut dengan lebih baik.
Dari sebuah berita di media cetak saya membaca kisah tentang seorang tokoh lansia bernama Plaut. Meskipun sudah berusia 88 tahun tetapi ia tidak kehilangan semangat untuk belajar teologi, sejarah dan bahasa Perancis di Universitas Toronto. Selama 12 tahun menempuh pendidikan, ia dinyatakan lulus pada tanggal 11 Juni 1990, di usianya yang ke 100 tahun. Saat diwisuda, ia dinyatakan sebagai alumni berusia tertua.
Dari sebuah media elektronik nasional diberitakan tentang Mansur yang mengikuti ujian kesetaraan paket B pada tanggal 26 Juni hingga 28 Juni 2007. Dengan kendaraan pinjaman tetangga, Mansur, ayah dua anak itu, bersama rekan yang lain berangkat ke pusat belajar-mengajar Bintang Terang Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mansur dan 238 peserta ujian lainnya bertekad untuk mengubah hidup.
Berita lain juga menyebutkan tentang para narapidana yang masih bersemangat menuntut ilmu. Di Lembaga Pemasyarakatan Parepare, Sulawesi Selatan, terdapat 38 narapidana baru-baru ini mengikuti ujian paket A atau setara sekolah dasar. Belasan penghuni LP Sukabumi, Jawa Barat juga serius saat mengikuti ujian paket A. Di Lapas Muara Padang, Sumatara Barat terdapat sekitar 28 napi mengikuti ujian paket B atau setara sekolah menengah pertama. Bagi mereka, tidak ada kata terlambat untuk belajar.
Semangat mereka masih tinggi untuk terus belajar, karena mereka merasa perlu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Semangat untuk belajar juga dapat terus kita pupuk bila kita memiliki kerendahan hati. Contohnya Confucious pada 2.500 tahun yang lalu menyatakan, “Di antara 3 orang berkumpul pasti ada seorang yang bisa menjadi guruku.” Dunia sudah mengakui dirinya sebagai seorang filosof yang jenius, tetapi ungkapan tersebut menunjukkan kerendahan hatinya yang masih merasa perlu untuk terus belajar.
9. BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?
“Saya termasuk orang yang percaya bahwa bila kita mempelajari kebenaran dan tidak mengalami perubahan hidup, hanya ada dua kemungkinan: kita tidak sungguh-sungguh belajar atau yang kita pelajari bukan kebenaran.”~ Andrias Harefa
Nasihat tersebut saya dapat dari sebuah buku pemberian seorang teman, belum lama ini. Cukup lama saya mencerna kata-kata dari Guru Andrias Harefa di atas. Berulang kali saya membacanya. Saya mengangguk-angguk, mengidentifikasikan adanya pemahaman atas kata-kata tersebut. Jika bisa saya mengajukan diri di antara deretan nama-nama yang telah mengalami perubahan hidup karena belajar, berarti bolehlah ditambahkan nama saya.
Ini serius. Begitu saya belajar dengan sungguh-sungguh, saya segera mengalami perubahan hidup. Berarti apa yang saya pelajari tersebut memang sebuah kebenaran. Buktinya, hal itu telah membuat hidup saya berubah. Dari pribadi yang tertutup, malu, gagap, dan minder karena dibesarkan dalam sebuah keluarga yang tidak kondusif, berubah menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Dari pribadi yang berpikir, “Saya tidak berharga, miskin, kumuh, pemulung, dan hanya pantas menjadi pembantu rumah tangga,” berubah menjadi, “Saya begitu berharga, selanjutnya terserah saya.” Kemudian saya membuat artikel, dibukukan, dan diundang untuk berbicara tentang motivasi, menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, dan sharing pengalaman.
Mungkin kisah saya tidak jauh berbeda dengan cerita yang dituturkan oleh Brian Tracy dalam buku Change Your mind, Change Your Life sebagai berikut: Seorang wanita yang tertutup, takut, pemalu, dan rendah diri karena dibesarkan dalam keluarga yang tidak kondusif. Ketika mengalami amnesia karena kecelakaan, dia belajar tentang amnesia, membuat artikel tentang kondisinya, diundang untuk berbicara dalam sebuah konvensi kedokteran dengan membawakan makalah yang ditulisnya, menjawab berbagai pertanyaan, berbagi pengalaman serta ide-ide baru dalam bidang fungsi neurologis. Dia telah berubah menjadi pribadi yang percaya diri, positif, ramah, berpengetahuan luas dan pandai berkomunikasi.
Tidak jauh beda, bukan? He he he... Bedanya adalah, saya tidak mengalami amnesia. Tentang kondisi keluarga yang tidak kondusif, jika dia diperlakukan tidak adil dan selalu dikritik oleh kedua orangtuanya, saya merasa tidak aman karena berada di wilayah konflik yang berkepanjangan tanpa adanya niatan untuk gencatan senjata. Begitulah, sehingga timbul dampak yang sangat tidak diinginkan oleh pribadi manapun akibat kondisi yang tidak kondusif tersebut. Saya tidak bisa mengubah kedua orang ua saya, tetapi saya bisa mengubah diri saya sendiri dengan pribadi yang sekarang, mengasihi mereka, sehingga hidup menjadi indah. Semua karena saya belajar. Sungguh-sungguh belajar.
Minggu, 07 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kok Rapid Test Bayar?
Kok Rapid Test Bayar? Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kit...
-
Ideal Partner in The Turbulent World Talking about ideal partner is closely linked with subjective feeling. It depends on perception which i...
-
Memperingati hari anti-korupsi, sy menemukan file video lama yg ternyata meninggalkan value dan spirit anti-korupsi. Sedikit cerita soa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar