Minggu, 07 Desember 2008

bagian II

SUKSES DENGAN BERINTEGRITAS

BAGIAN II

10. GITO ROLLIES
Bangun Sugito (
Biak, Papua, 1 November 1947 - Jakarta, 28 Februari 2008[1]) atau lebih dikenal dengan nama Gito Rollies adalah salah satu penyanyi dan aktor senior Indonesia. Selain itu ia juga adalah mantan suami dari penyanyi Indonesia, Uci Bing Slamet.
Nama
Rollies diambil dari grup band asal Bandung yang pernah terkenal pada masa 1960-an sampai dengan 1980-an yang terdiri dari Uce F. Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa, dan Teungku Zulian Iskandar.
Gito juga pernah berkiprah dalam dunia
film, termasuk dalam film Kereta Terakhir dan Janji Joni.Belakangan, nama Gito perlahan seperti lenyap. Ia memang jarang lagi naik pentas, seolah mengambil jarak dari hingar-bingar dunia musik serta hiburan. Publik musik Indonesia pun kehilangan seorang Gito yang dulu tampil begitu atraktif dan energik. Sebagai gantinya, masyarakat pun menemukan Gito yang menjadi seorang dai.
Sejak
2005, penyanyi bersuara serak dengan gaya panggung yang atraktif ini terbaring lemah tak berdaya terserang kanker kelenjar getah bening. Seminggu tiga kali ia harus menjalani kemoterapi di sebuah rumah sakit di Singapura, setelah sebelumnya menjalani operasi. Gito akhirnya wafat pada tanggal 28 februari 2008 setelah menjalani pengobatan.

11. Harry Roesli
Doktor Musik Kontemporer
Profesor psikologi musik ini bukan musisi biasa. Dia melahirkan fenomena budaya musik kontemporer yang berbeda, komunikatif dan konsisten memancarkan kritik sosial. Doktor musik bernama lengkap Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli yang lebih dikenal dengan Harry Roesli dan dipanggil Kang Harry, ini meninggal dunia Sabtu 11 Desember 2004, pukul 19.55 di RS Harapan Kita Jakarta. Musikus mbeling kelahiran Bandung, 10 September 1951 itu meninggal dunia dalam usia 53 tahun setelah menjalani perawatan jantung di rumah sakit tersebut sejak Jumat 3 Desember 2004. Kang Harry menderita serangan jantung juga hipertensi dan diabetes. Jenazah disemayamkan di rumah kakaknya, Ratwini Soemarso, Jl Besuki 10 Menteng, Jakarta Pusat dan dimakamkan 12 Desember 2004 di pemakaman keluarga di Ciomas, Bogor, Jabar.Cucu pujangga besar Marah Roesli ini meninggalkan seorang isteri Kania Perdani Handiman dan dua anak kembar Layala Khrisna Patria dan Lahami Khrisna Parana. Pemusik bertubuh tambun ini melahirkan fenomena budaya musik populer yang tumbuh berbeda dengan sejumlah penggiat musik kontemporer lainnya. Dia mampu secara kreatif melahirkan dan menyajikan kesenian secara komunikatif. Karya- karyanya konsisten memunculkan kritik sosial secara lugas dalam watak musik teater lenong.Doktor musik alumni Rotterdam Conservatorium, Belanda (1981), ini terbilang sangat sibuk. Selain tetap berkreasi melahirkan karya-karya musik dan teater, juga aktif mengajar di Jurusan Seni Musik di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan Universitas Pasundan Bandung. Seniman yang berpenampilan khas, berkumis, bercambang, berjanggut lebat, berambut gondrong dan berpakaian serba hitam, ini juga aktif menulis di berbagai media. Pria ini juga kerap bikin aransemen musik untuk teater, sinetron dan film, di antaranya untuk kelompok Teater Mandiri dan Teater Koma. Juga menjadi pembicara dalam seminar-seminar di berbagai kota di Indonesia dan luar negeri.Dan yang paling menyibukkan adalah aktivitas pemusik yang dikenal berselera humor tinggi, ini adalah membina para seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) yang didirikannya. Bahkan pria bersahaja dan dermawan ini sering terlibat dalam berbagai aksi dan advokasi ketidakadilan.Putera bungsu Mayjen (pur) Roeshan Roesli dari empat bersaudara, ini menjadikan rumahnya di Jl WR Supratman 57 Bandung, sekaligus markas DKSB. Markas ini nyaris tak pernah sepi dari kegiatan para seniman jalanan dan ‘kaum tertindas’. Selain itu, dia juga kerap melahirkan karya-karya yang sarat kritik sosial dan bahkan bernuansa pemberontakan terhadap kekuasaan diktator dan korup. Maka tak heran bila kegiatannya di markas ini atau di mana saja tak pernah lepas dari pengawasan aparat. Saat bergulirnya reformasi Mei 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto, Kang Harry bahkan berada ikut di barisan depan. Pada masa Orde Baru, tak jarang pementasan musik dan teater keponakan mantan Presiden BJ Habibie, ini dicekal aparat keamanan. Bahkan, setelah reformasi, saat pemerintahan BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop juga nyaris tidak bisa dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan Megawati, dia sempat diperiksa Polda Metro Jaya gara-gara memelesetkan lagu wajib Garuda Pancasila.Dia berbeda dari kakaknya (Ratwini, Utami, dan Rully) yang ketiga-tiganya jadi dokter spesialis. Dari masa belia dia tidak bercita-cita jadi dokter seperti ketiga kakaknya yang mengikuti jejak ibunya yang dokter spesialis anak. Harry bercita-cita jadi insinyur. Dia pun sempat kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB Bandung. Namun hanya sampai tingkat IV, karena dia merasa lebih menjiwai musik. Namun ayahnya, pada mulanya menyatakan tidak setuju. Salah satu alasan ayahnya, karena anak-anak band itu tukang mabuk-mabukan. Tapi Harry berpandangan lain. Begitu pula ibu dan ketiga kakaknya, mendukung Harry. Bahkan, Sang Ibu memberi pengertian kepada Sang Ayah: "Biarkan Harry jadi dokter musik." Akhirnya ayahnya pun mengizinkan, asal tak dikomersialkan. Pernyataan Sang Ibu itu memberi dorongan semangat tersendiri bagi Harry. Dia pun belajar dan berkarya dengan sungguh-sungguh dan kreatif. Sampai dia benar-benar menjadi doktor musik dari Rotterdam Conservatorium, selesai 1981. Dia juga aktif di Departemen Musik Institut Kesenian Jakarta (IKJ).Begitu pula syarat yang dinyatakan Sang Ayah, jangan komersial, memandu kreativitasnya melahirkan karya-karya musik dan teater yang eksperimental. Karya musik dan teater yang tak akrab komersial alias tak laku dijual, tapi terkenal dan menjadi bahan kajian di berbagai universitas mancanegara, seperti di Jepang, Eropa dan Amerika.Profesor psikologi musik ini bukan musisi biasa. Kehidupan yang sesunguhnya baginya adalah seni musik. Kehidupannya adalah kegiatan musik, mulai dari perkusi, band, rekaman musik, dan lain-lain. Dalam bermain musik, dia pun memakai peralatan yang unik. Seperti gitar, drum, gong, botol, kaleng rombeng, pecahan beling dan kliningan kecil. Pada awal 1970-an, namanya sudah mulai melambung. Saat membentuk kelompok musik Gang of Harry Roesli bersama Albert Warnerin, Indra Rivai dan Iwan A Rachman. Lima tahun kemudian (1975) kelompok musik ini bubar karena para pemainnya menikah dan Harry sendiri belajar ke Belanda. Di tengah kesibukannya bermain band, dia pun mendirikan kelompok teater Ken Arok 1973. Setelah melakukan beberapa kali pementasan, antara lain, Opera Ken Arok di TIM Jakarta pada Agustus 1975, grup teater ini bubar, karena Harry mendapat beasiswa dari Ministerie Cultuur, Recreatie en Maatschapelijk Werk (CRM), belajar ke Rotterdam Conservatorium, Negeri Belanda.Selama belajar di negeri kincir angin itu, Harry juga aktif bermain piano di restoran-restoran Indonesia dan main band dengan anak-anak keturunan Ambon di sana. Selain untuk menyalurkan talenta musiknya sekaligus untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang tidak mencukupi dari beasiswa.Suatu ketika cucu pengarang roman Siti Nurbaya, Marah Roesli, ini pulang liburan. Dia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menikah dengan kekasihnya, Kania Perdani Handiman, yang kemudian diboyongnya ke Balanda. Pernikahan itu, melahirkan buah hati anak lelaki kembar pada 1982.Sekembalinya ke tanah air, sejak tahun 1983, dia menggarap musik untuk hampir semua produksi Teater Mandiri dan Teater Koma sejak produksinya bertajuk Opera Ikan Asin. ►e-ti/tsl
Nama:Harry RoesliNama LengkapDjauhar Zahrsyah Fachrudin RoesliLahir :Bandung, 10 September 1951Meninggal:Jakarta, 11 Desember 2004Agama :IslamIsteri:Kania Perdani Handiman (Menikah 1981)Anak:Layala Khrisna Patria dan Lahami Khrisna Parana (Kembar, lahir 1982)Ayah:Mayjen (pur) Roeshan RoesliPendidikan:= Jurusan Sipil ITB Bandung, sampai tingkat IV (1970-1975)= Jurusan Komposisi LPKJ kini IKJ (1975-1977)= Jurusan musik elektronik di Rotterdam Conservatorium, Negeri Belanda (1977-1981) Karir := Pemain musik dan Pencipta lagu = Pendiri dan pemain grup musik ''Gang of Harry Roesli'' bersama Albert Warnerin, Indra Rivai, dan Iwan A Rachman (1971-1975) = Pendiri grup teater Ken Arok (1973-1977) = Guru besar psikologi musik Universitas Pendidikan (UPI), Bandung dan Universitas Pasundan, Bandung= Pimpinan Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) Karya: = Musik Rumah Sakit (1979 di Bandung dan 1980 di Jakarta)= Parenthese = Musik Sikat Gigi (1982 di Jakarta)= Opera Ikan Asin = Opera Kecoa Alamat Rumah :Jalan W.R. Soepratman 57, BandungSumber:Berbagai sumber, di antaranya PDAT

12. Ida Bagus Mantra

(lahir
1928) adalah Gubernur Bali periode 19781988.
Ida Bagus Mantra adalah Gubenur yang paling amat mulia yg pernah memerintah di pulau dewata ini, Beliau sangat peduli dengan nilai-nilai budaya timur khususnya budaya Bali. Untuk menjaga budaya Bali tetap hidup beliau rela mengngorbankan tanah pribadinya sebagai pusat kesenian yg kita kennal dengan Art Center yg terletak di Jaln Nusaindah, setiap tahun pentas budaya selalu deadakan hingga duta budaya dari negara tetangga pun ikut ambil bagian dalam pertunjukan tersebut.
Ketika blio memerintah Bali, ke khasan pulau dewata ini tetap terjaga namun entah alasan apa, beliau dipindahkan ke India sebagai duta besar, sehingga Gubenur Bali digantikan oleh I.B.Oka, semenjak dia menjabat , perubahan dibali sangat pesat, hotel-hotel terus dibagun, dan lain sebagainya.

13. Ismail Saleh
Sang ‘Pendekar Hukum’
Semasa menjabat Jaksa Agung (1981-1984), Ismail Saleh, yang akrab dipanggil Mas Is, pernah dijuluki ''Trio Punakawan/Pendekar Hukum'' bersama Ketua MA Mudjono, SH dan Menteri Kehakiman Ali Said, SH. Mantan Menteri Kehakiman (1984-1993), ini tergolong akrab dengan wartawan. Maklum, sebelumnya dia memang menjabat Direktur LKBN Antara (1976-1979), maka dia sangat paham bahwa dunia ini sepi tanpa wartawan (pers).Setelah Pak Harto lengser, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, 7 September 1926, ini tetap menunjukkan diri sebagai seorang mantan menteri pada masa pemerintahan Orde Baru. Dia tidak bersembunyi atau malah ikut-ikutan menghujat mantan penguasa Orde baru itu, seperti dilakoni beberapa pejabat Orde Baru lainnya.Bahkan Islamil Saleh tampil reaktif pada setiap pernyataan yang menghujat Pak Harto, dengan cara menulis di beberapa koran dan majalah. Salah satu tulisannya di Harian Kompas 14/6/2003, bertajuk: Penegakan Hukum atau Komoditas Politik?Dalam artikel itu, Ismail Saleh mengutarakan dalam perkara HM Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia yang sudah berjalan lima tahun lamanya, ternyata bukan kebenaran obyektif yang ditegakkan, melainkan berubah menjadi pembenaran subyektif untuk membenarkan tindakan hukum yang diambil. Tindakan hukum yang mestinya ditopang dengan pertimbangan yang masuk akal terkesan menjadi tindakan yang akal-akalan saja. Kalau akal sudah mulai ditinggalkan, apalagi nuraninya.Perkara HM Soeharto sempat dihentikan penyidikannya berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor Prin 081/JA/10/1999 tanggal 11 Oktober 1999. Alasan penghentian penyidikan adalah karena unsur "melawan hukum, merugikan keuangan negara dan perekonomian negara dan menyalahgunakan wewenang, kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan", memang tidak terdapat cukup bukti dan tidak dapat dibuktikan. Penyidikan terhadap HM Soeharto adalah dalam kedudukannya sebagai ketua yayasan.Namun, dua bulan kemudian, yakni pada tanggal 6 Desember 1999, Jaksa Agung mengeluarkan pernyataan dan Surat Perintah Penyidikan lagi yang isinya antara lain sebagai berikut: "SP3 11 Oktober 1999 adalah semata-mata hanya penyidikan terhadap Yayasan (Dharmais, Supersemar, dan Dakab). Ditemukan hal-hal baru untuk membuka kembali penyidikan karena HM Soeharto selaku Presiden yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan berupa PP dan Keppres, diduga telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan tersebut sebagai sarana untuk menghimpun dana bagi yayasan-yayasan yang diketuainya dan atau untuk kepentingan/keuntungan keluarga dan kroni-kroninya yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara".Jadi, di sini sudah berubah posisi hukum HM Soeharto, yaitu tidak lagi sebagai ketua yayasan, tetapi berganti selaku Presiden. Kalau sebagai ketua yayasan tidak terdapat cukup bukti, ya... dicari saja kesalahannya selaku Presiden. Ini akal- akalan. KITA ikuti saja mengenai posisi hukum HM Soeharto dalam kasus tersebut, apakah masuk akal atau tidak. Bertambah kusut atau tidak.Ternyata rumusan hukumnya macam-macam, yaitu "selama menjabat Presiden" (Surat Perintah Penyidikan tanggal 28/3/2000, 5/5/2000, 23/5/2000, dan 6/6/2000), "sewaktu menjabat Presiden" (Surat Perintah Penahanan Kota 13/4/2000), tetapi dalam Surat Perintah Pengalihan Penahanan Kota menjadi Penahanan Rumah 29 Mei 2000 adalah "baik selaku Presiden maupun selaku Ketua Yayasan". Kok, bisa begitu?Rumusan itu lebih tidak masuk akal lagi dalam Surat Perintah Penahanan di tingkat Penuntutan tanggal 3 Agustus 2000 yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yaitu "selaku Ketua Yayasan diduga telah melakukan tindak pidana korupsi/menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan antara lain mengeluarkan peraturan berupa Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden." Konstruksi hukum macam apa yang mau dipakai penuntut umum untuk menduga ketua yayasan, HM Soeharto, kok dikatakan telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan dengan mengeluarkan PP dan keppres? Mana ada seorang ketua yayasan mempunyai kekuasaan mengeluarkan PP dan keppres?Ini sudah kalut cara berpikirnya, tidak bisa membedakan antara HM Soeharto sebagai presiden dan ketua yayasan, apalagi main serampangan saja memosisikan HM Soeharto dengan rumusan "baik selaku Presiden maupun selaku ketua yayasan." Kalau sudah demikian keadaannya, itu bukan murni penegakan hukum lagi, tetapi sudah ada tendensi ke arah "politisasi hukum." Paradigmanya berubah dari paradigma hukum ke paradigma politik. Dimensi politiknya lebih kental ketimbang dimensi hukumnya. Mengapa demikian?Dari awal saja sudah tampak warna politiknya dengan adanya TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang pemberantasan KKN terhadap siapa pun juga, termasuk mantan HM Soeharto. Bergulirlah tema KKN yang dipakai sebagai political issue untuk menghabisi Soeharto yang dianggap sebagai representasi Orde Baru.Siapa Ismail SalehDia yang mengaku secara pribadi tidak dekat dengan Pak Harto, itu mulai bertugas di Sekretariat Negara sebagai Sekretariat Presidium Kabinet (1967-1968). Kemudian menjabat Wakil Sekretaris Kabinet/Asisten Sekneg Urusan Administrasi Pemerintahan (1972) dan Sekretaris Kabinet (1978).Kemudian, dia dipercaya menjabat Direktur LKBN Antara (1976-1979). Setelah itu, sempat ditugaskan sebagai Pj. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (1979-1981), sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung (1981-1984) dan Menteri Kehakiman (1984-1988).Sebelumnya, dia mengawali karir sebagai anggota Intel Tentara Divisi III, Yogyakarta. Kemudian bertugas sebagai anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo (1948-1949) sebelum bekerja di Direktorat Kehakiman AD (1952). Setelah itu dia bertugas sebagai Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri (1957-1958) dan Jaksa Tentara di Surabaya (1959-1960). Kemudian menjabat Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur, Manado (1960-1962) dan Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962). Sebelum bertugas di Setneg, dia menjabat Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965).Namanya semakin populer saat menjabat Jaksa Agung. Pasalnya, dia sering mengadakan kunjungan mendadak ke kantor-kantor kejaksaan. Dia berprinsip, bila mengharapkan ketertiban masyarakat, maka instansi penegak hukum harus tertib lebih dulu. Kebiasaan sidak itu, dilanjutkannya saat menjabat Menteri Kehakiman. Berbagai penyimpangan pernah dibongkarnya. Seperti, kasus manipulasi pajak oleh sejumlah perusahaan asing, kasus Tampomas, dan penggelapan uang reboasasi di Sulawesi Tengah. Dia seorang pejabat yang sejak kecil sudah sangat mencintai alam dan hutan. Maklum, ayahnya, seorang kepala kehutanan di daerah Jawa Tengah, sering mengajaknya berkeliling melihat-lihat tanaman di hutan. Selain itu, setelah lulus HIS, 1941, Ismail masuk ke Sekolah Menengah Pertanian. Dia sekelas dengan Kapolri Anton Soedjarwo. Walaupun kemudian dia melanjut ke SMA, tamat 1950. Setelah itu melanjut ke Akademi Hukum Militer, dan Perguruan Tinggi Hukum Militer. ►e-ti/crs, dari berbagai sumber, di antaranya pdat
Nama:Ismail SalehLahir:Pati, Jawa Tengah, 7 September 1926Agama:IslamPendidikan:- HIS (1941) - Sekolah Pertanian Menengah (1945) - SMA (1950) - Akademi Hukum Militer (1950) - Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM, 1963) - Kursus Administrasi Umum AD (1963) - Seskoad, Bandung (1964-1965) Karir:- Anggota Intel Tentara Divisi III, Yogyakarta - Anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo (1948-1949) - Bekerja di Direktorat Kehakiman AD (1952) - Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri (1957-1958) - Jaksa Tentara di Surabaya (1959-1960) - Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur, Manado (1960-1962) - Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962) - Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965) - Sekretariat Presidium Kabinet (1967-1968) - Wakil Sekretaris Kabinet/Asisten Sekneg Urusan Administrasi Pemerintahan (1972) - Sekretaris Kabinet (1978) - Direktur LKBN Antara (1976-1979) - Pj. Ketua BKPM, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (1979-1981) - Jaksa Agung (1981-1984) - Menteri Kehakiman (1984-1993) Alamat Rumah:Jalan Brawijaya IV No. 70 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 731643, 710868

14.. IWAN FALS
Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir
3 September 1961 di Jakarta) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia.
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia (terutama Jakarta) di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional
1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke manca negara.[rujukan?]
Biografi
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di
Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah.Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama
Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal karirnya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan pada pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.[rujukan?]
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara.[
rujukan?] Beberapa konser musiknya pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror.[rujukan?] Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok
SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.[rujukan?]Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan disela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personil SWAMI.Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun bandnya pada setiap penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo. Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.[rujukan?]
Keluarga
Iwan lahir dari Lies (ibu) dan mempunyai ayah tiri Haryoso (almarhum). Iwan menikahi Rosanna (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Basae, dan Rayya Rambu Robbani.Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trade mark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok
Bunga dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini, yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1981 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1981).
Nama
Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991. Sebelumnya Cikal juga pernah dibuatkan lagu dengan judul Anissa pada tahun 1986. Rencananya lagu ini dimasukkan dalam album Aku Sayang Kamu, namun dibatalkan. Lirik lagu ini cukup kritis sehingga perusahaan rekaman batal menyertakannya. Pada cover album Aku Sayang Kamu terutama cetakan awal, pada bagian penata musik masih tertulis kata Anissa.Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok Jawa Barat. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.(
Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri dengan munculnya album
Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan suaranya.Sejak meninggalnya Galang Rambu Anarki, warna dan gaya bermusik Iwan Fals terasa berbeda. Dia tidak segarang dan seliar dahulu. Lirik-lirik lagunya terkesan lebih dewasa dan puitis.[rujukan?] Iwan Fals juga lebih banyak membawakan lagu-lagu bertema cinta baik karangannya sendiri maupun dari orang lain.Pada tanggal 22 Januari 2003, Iwan Fals dianugrahi seorang anak lelaki yang diberi nama Rayya Rambu Robbani. Kelahiran putra ketiganya ini seakan menjadi pengganti almarhum Galang Rambu Anarki dan banyak memberi inspirasi dalam dunia musik seorang Iwan Fals.[rujukan?]
Di luar musik dan lirik, penampilan Iwan Fals juga berubah total. Saat putra pertamanya meninggal dunia Iwan Fals mencukur habis rambut panjangnya hingga gundul. Sekarang dia berpenampilan lebih bersahaja, rambut berpotongan rapi disisir juga kumis dan jenggot yang dihilangkan. Dari sisi pakaian, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dimasukkan pada setiap kesempatan tampil di depan publik, sangat jauh berbeda dengan penampilannya dahulu yang lebih sering memakai kaus oblong bahkan bertelanjang dada dengan rambut panjang tidak teratur dan kumis tebal.Peranan istrinya juga menjadi penting sejak putra pertamanya tiada. Rossana menjadi manajer pribadi Iwan Fals yang mengatur segala jadwal kegiatan dan kontrak. Dengan adanya Iwan Fals Manajemen (IFM), Fals lebih profesional dalam berkarir.
Diskografi
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Iwan Fals berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, Iwan Fals sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Pada tahun-tahun terakhir ini pula Iwan Fals lebih banyak memilih berkolaborasi dengan musisi muda berbakat.Banyak lagu Iwan Fals yang tidak dijual secara bebas. Lagu-lagu tersebut menjadi koleksi ekslusif para penggemarnya dan kebanyakan direkam secara live. Beberapa lagu Iwan Fals yang tidak dikomersialkan seperti lagu 'Pulanglah' yang dinyanyikan khusus untuk almarhum
Munir ternyata sangat digemari yang akhirnya direkam ulang dan dimasukkan kedalam album terbarunya yang beredar di tahun 2007.
15. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri

BERITA 05: Secara tegas Allah menyatakan bahwa manusia merupakan puncak ciptaan-Nya dengan tingkat kesempurnaan dan keunikan-Nya yang prima dibanding makhluk lainnya (QS. 95:4). Namun begitu Allah juga memperingatkan bahwa kualitas kemanusiaannya, masih belum selesai atau setengah jadi, sehingga masih harus berjuang untuk menyempurnakan dirinya (QS. 91:7-10).
Proses penyempurnaan ini amat dimungkinkan karena pada naturnya manusia itu fithri, hanif dan berakal. Lebih dari itu bagi seorang mukmin petunjuk primordial ini masih ditambah lagi dengan datangnya Rasul Tuhan pembawa kitab suci sebagai petunjuk hidupnya (QS. 4:174). Di dalam tradisi kaum sufi terdapat postulat yang berbunyi: Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbabu --Siapa yang telah mengenal dirinya maka ia (akan mudah) mengenal Tuhannya. Jadi, pengenalan diri adalah tangga yang harus dilewati seseorang untuk mendaki ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mengenal Tuhan. Persoalan serius yang menghadang adalah, sebagaimana diakui kalangan psikolog, filsuf, dan ahli pikir pada umumnya, kini manusia semakin mendapatkan kesulitan untuk mengenali jati diri dan hakikat kemanusiaannya Dengan majunya spesialisasi dalam dunia ilmu pengetahuan dan berkembangnya differensiasi dalam profesi kehidupan maka protret atau konsep tentang realitas manusia semakin terpecah meniadi kepingan-kepingan kecil sehingga keutuhan sosok manusia semakin sulit dihadirkan secara utuh. Sederet disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, biologi, kedokteran, politik, ekonomi, antropologi, teologi dan lainnya semuanya menjadikan manusia sebagai obyek kajian materialnya, tetapi masing-masing memiliki metode dan tujuan yang berbeda.
Differensiasi metodologis setiap ilmu, meskipun obyek materialnya sama-sama manusia, akan melahirkan kesimpulan yang berbeda pula mengenai siapa dan apa hakikat manusia itu. Demikianlah manusia senantiasa mengandung sebuah misteri yang melekat pada dirinya dan misteri ini telah mengandung sebuah misteri yang melekat pada dirinya dan misteri ini telah mengundang kegelisahan intelektual pare ahli pikir untuk mencoba berlomba menjawabnya. Semakin seorang ahli pikir mendalami satu sudut kajian tentang manusia, semakin jauh pula ia terkurung dalam bilik lorong yang ia masuki, yang berarti semakin terputus dari pemahaman komprehensif tentang manusia. Krisis pengenalan jati diri manusia ini secara eksplisit dikemukakan, misalnya, oleh Ernst Cassirer, katanya: Nietzsche proclaims the will to power, Freud signalizes the sexual instinct, Marx enthrones the economic instinct. Each theory becomes a Procrustean bed in which the empirical facts are stretched to fit a preconceived pattern. Owing to this development our modern theory of man lost its intellectual center. We acquired instead a complete anarchy of thought. (Ernst Cassier, 1978, p.21) Krisis pengenalan diri sesungguhnya tidak hanya dirasakan kalangan ahli pikir Barat modern, melainkan juga di kalangan Islam. Terjadinya ideologisasi terhadap ilmu-ilmu agama, secara sadar atau tidak, telah menghantarkan pada persepsi yang terpecah dalam melihat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Dalam tradisi ilmu fiqih misalnya, secara tak langsung ilmu ini cenderung menghadirkan wajah Tuhan sebagai Yang Maha Hakim, sementara manusia adalah subyek-subyek yang cenderung membangkang dan harus siap menerima vonis-vonis dari kemurkaan Tuhan Sang Maha Hakim atau, sebaliknya, manusia pada akhirnya akan menuntut imbalan pahala atas ketaatannya melaksanakan dekrit-Nya. Demikianlah, bila ilmu fiqih cenderung mengenalkan Tuhan sebagai Maha Hakim, maka ilmu kalam lebih menggarisbawahi gambaran Tuhan sebagai Maha Akal, sementara ilmu tasawuf memproyeksikan Tuhan sebagai Sang Kekasih. Perbedaan-perbedaan ini muncul dalam benak manusia karena pada dasarnya yang bertuhan adalah manusia, di mana manusia itu lahir, tumbuh dan berkembang dibentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dijumpai dalam realitas sejarah hidupnya. Jadi, bila langkah pertama untuk mengenal Tuhan adalah mengenal diri sendiri terlebih dahulu secara benar, maka langkah pertama yang harus kita tempuh ialah bagaimana mengenal diri kita secara benar. Meskipun Cassirer secara gamblang menunjukkan krisis pengenalan diri, secara sederhana kita bisa membedakan dua paradigma pemahaman terhadap manusia, yaitu paradigma materialisme-atheistik dan spiritualisme-theistik. Yang pertama berkeyakinan pada teori bahwa semua realitas materi (downward causation), sebaliknya yang kedua berkeyakinan bahwa dunia materi ini hakikatnya berasal dari realitas yang bersifat imateri (upward causation). Bagi mereka yang berpandangan atau terbiasa dengan metode berpikir empirisme-materialistik akan sulit diajak untuk menghayati makna penyempurnaan kualitas insani sebagaimana yang lazim diyakini di kalangan pare sufi. Kritik terhadap aliran materialisme akhir-akhir ini semakin gencar, dan akan mudah dijumpai pada berbagai bidang studi keilmuan Barat kontemporer dengan dalih, antara lain, faham ini telah mereduksi keagungan manusia yang dinyatakan Tuhan sebagai moral and religious being. Ralph Ross, misalnya, memberikan contoh yang amat sederhana tetapi gamblang betapa miskinnya penganut materialisme dalam memahami kehidupan yang penuh nuansa ini. Progressive reductionism works as follows. An art object is only mass and light waves; an act of love only chemiphysical, only electrical charges; therefore, the art object or act of love is only a flow of electricity. (Ralph ross, 1962, hal. 8). Pandangan yang begitu dangkal tentang manusia secara tegas dikritik oleh al-Qur'an. Menurut doktrin al-Qur'an, manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi untuk melaksanakan 'blueprint'-Nya membangun bayang-bayang surga di bumi ini (QS. 2:3). Lebih dari itu dalam tradisi sufi terdapat keyakinan yang begitu populer bahwa manusia sengaja diciptakan Tuhan karena dengan penciptaan itu Tuhan akan melihat dan menampakkan kebesaran diri-Nya. Kuntu kanzan makhfiyyan fa ahbabtu an u'rafa fa khalaqtu al-khalqa fabi 'arafu-ni --Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, Kuciptakanlah makhluk maka melalui Aku mereka kenal Aku. Terlepas apakah riwayatnya sahih ataukah lemah, pada umumnya orang sufi menerima hadits tersebut, namun dengan beberapa penafsiran yang berbeda. Meski demikian, mereka cenderung sepakat bahwa manusia adalah microcosmos yang memiliki sifat-sifat yang menyerupai Tuhan dan paling potensial mendekati Tuhan (Bandingkan QS. 41:53). Dalam QS. 15:29, misalnya, Allah menyatakan bahwa dalam diri manusia memang terdapat unsur Ilahi yang dalam al-Qur'an beristilah "min ruhi." Pendek kata, realitas manusia memiliki jenjang-jenjang dan mata rantai eksistensi. Bila diurut dari bawah unsurnya ialah minerality, vegetality, animality, dan humanity. Dari jenjang pertama sampai ke tiga aktivitas dan daya jangkau manusia masih berada dalam lingkup dunia materi dan dunia materi selalu menghadirkan polaritas atau fragmentasi yang saling berlawanan (the primordial pair). Dalam konteks inilah yang dimaksud bahwa realitas yang kita tangkap tentang dunia materi adalah realitas yang terpecah berkeping-keping. Makin berkembang ilmu pengetahuan, makin bertambah kepingan gambaran realitas dunia, dan makin jauh pula manusia untuk mampu mengenal dirinya secara utuh. Seperti dikemukakan Carel Alexis bahwa man has gained the mistery of the material world before knowing himself. Dalam kaitan definisi, tradisi tasawuf belum mempunyai definisi tunggal, namun para sarjana muslim sepakat bahwa inti tasawuf adalah ajaran yang menyatakan bahwa hakekat keluhuran nilai seseorang bukanlah terletak pada wujud fisiknya melainkan pada kesucian dan kemuliaan hatinya, sehingga ia bisa sedekat mungkin dengan Tuhan yang Maha Suci.
Ajaran spiritualitas seperti ini tidak hanya terdapat pada Islam melainkan pada agama lain, bahkan dalam tradisi pemikiran filsafat akan mudah pula dijumpai. Dari kenyataan ini maka tidak terlalu salah bila ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya potensi dan kecenderungan kehidupan batin manusia ke arah kehidupan mistik bersifat natural dan universal. Pendeknya, pada nurani manusia yang terdapat dalam cahaya suci yang senantiasa ingin menatap Yang Maha Cahaya (Tuhan) karena dalam kontak dan kedekatan antara nurani dan Tuhan itulah muncul kedamaian dan kebahagiaan yang paling prima. Kalangan sufi yakin, dahaga dan kerinduan mendekati Tuhan ini bukanlah hasil rekayasa pendidikan (kultur) melainkan merupakan natur manusia yang paling dalam, yang pertumbuhannya sering terhalangi oleh pertumbuhan dan naluri jiwa nabati dan hewani yang melekat pada manusia.

Dengan kiasan lain, roh Ilahi yang bersifat imateri dan berperan sebagai "sopir" bagi kendaraan "jasad" kita ini seringkali lupa diri sehingga ia kehilangan otonominya sebagai master. Bila hal ini terjadi maka terjadilah kerancuan standar nilai. "Keakuan" orang bukan lagi difokuskan pada kesucian jiwa tetapi pada prestasi akumulasi dan konsumsi materi. Artinya, jiwa yang tadinya duduk dan memerintah dari atas singgasana "imateri" dengan sifat-sifatnya yang mulia seperti: cinta kasih, penuh damai, senang kesucian, selalu ingin dekat kepada Yang Maha Suci dan Abstrak, lalu turunlah tahtanya ke level yang lebih rendah, yaitu dataran: minerality, vegetality, dan animality. Jadi, tujuan utama ajaran tasawuf adalah membantu seseorang bagaimana caranya seseorang bisa memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya sehingga dengan begitu ia merasa damai dan juga kembali ke tempat asal muasalnya dengan damai pula (QS. 89:27). Secara garis besar tahapan seorang mukmin untuk meningkatkan kualitas jiwanya terdiri dari tiga maqam. Pertama, dzikir atau ta'alluq pada Tuhan. Yaitu, berusaha mengingat dan mengikatkan kesadaran hati dan pikiran kita kepada Allah. Di manapun seorang mukmin berada, dia tidak boleh lepas dari berfikir dan berdzikir untuk Tuhannya (QS. 3:191). Dari dzikir ini meningkat sampai maqam kedua -takhalluq. Yaitu, secara sadar meniru sifat-sifat Tuhan sehingga seorang mukmin memiliki sifat-sifat mulia sebagaimana sifat-Nya. Proses ini bisa juga disebut sebagai proses internalisasi sifat Tuhan ke dalam diri manusia. Dalam konteks ini kalangan sufi biasanya menyandarkan Hadits Nabi yang berbunyi, "Takhallaqu bi akhlaq-i Allah." Maqam ketiga tahaqquq. Yaitu, suatu kemampuan untuk mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya sebagai seorang mukmin yang dirinya sudah "didominasi" sifat-sifat Tuhan sehingga tercermin dalam perilakunya yang serba suci dan mulia. Maqam tahaqquq ini sejalan dengan Hadits Qudsi yang digemari kalangan sufi yang menyatakan bahwa bagi seorang mukmin yang telah mencapai martabat yang sedemikian dekat dan intimnya dengan Tuhan maka Tuhan akan melihat kedekatan hamba-Nya. Dalam tradisi tasawuf yang menjadi fokus kajiannya ialah apa yang disebut gaib atau hati dalam pengertiannya yang metafisis. Beberapa ayat al-Qur'an dan Hadits menegaskan bahwa hati seseorang bagaikan raja, sementara badan dan anggotanya bagai istana dan para abdi dalem-nya. Kebaikan dan kejahatan kerajaan itu akan tergantung bagaimana perilaku sang raja. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan bahwa meskipun secara fisik hati itu kecil dan mengambil tempat pada jasad manusia, namun luasnya hati Insan Kamil (qalb al-'arif) melebihi luasnya langit dan bumi karena ia sanggup menerima 'arsy Tuhan, sementara bumi langit tidak sanggup. Menurut Ibn 'Arabi, kata qalb senantiasa berasosiasi dengan kata taqallub yang bergerak atau berubah secara konstan. Taqallub-nya hati sang sufi, kata 'Arabi, adalah seiring dengan tajalli-nya Tuhan. Tajalli berarti penampakan diri Tuhan ke dalam makhluk-Nya dalam pengertian metafisik. Dan dari sekian makhluk Tuhan, hanya hati seorang Insan Kamil-lah yang paling mampu menangkap lalu memancarkan tajalli-Nya dalam perilaku kemanusiaan (Fushushul Hikam, XII; Hossein Nasr, 1977, p.138).
Dalam konteks inilah, menurut Ibn 'Arabi, yang dimaksudkan dengan ungkapan siapa yang mengetahui jiwanya, ia akan mengetahui Tuhannya karena manusia adalah "microcosmos" atau jagad cilik dimana 'arsy Tuhan berada di situ, tetapi Tuhan bukan pengertian huwiyah-Nya atau "ke-Dia-annya" yang Maha Absolut dan Maha Esa, melainkan Tuhan dalam sifat-Nya yang Dhahir, bukannya Yang Bathin. KHALIFAH ALLAH: MANUSIA SUCI NAN PERKASA Bila upaya penyucian jiwa merupakan inti tasawuf, dan itu dilakukan dalam upaya mendekati dan menggapai kasih Tuhan, maka tasawuf bisa dikatakan sebagai inti keberagaman dan karenanya setiap muslim semestinya berusaha untuk menjadi sufi. Pandangan semacam itu tentu saja kurang populer dan sulit diterima oleh kalangan terdekat. Namun begitu, bukankah cukup tegas isyarat al-Qur'an maupun Hadits yang menyatakan bahwa kewajiban setiap muslim adalah mensucikan jiwanya sehingga kesuciannya termanifestasikan dalam perilaku insaniyahnya? Melalui tahapan ta'alluq, takhalluq, dan tahaqquq, maka seorang mukmin akan mencapai derajat khalifah Allah dengan kapasitasnya yang perkasa tetapi sekaligus penuh kasih dan damai. Seorang 'abd-u 'l-Lah (budak Allah) yang saleh adalah sekaligus juga wakil-Nya untuk membangun bayang-bayang surga di muka bumi ini. Bukankah Allah punya blue-print dan proyek untuk memakmurkan bumi, dan bukankah hamba-hamba-Nya yang saleh telah dinyatakan sebagai mandataris-Nya? Jadi, secara karikatural, seorang sufi kontemporer adalah mereka yang tidak asing berdzikir dan berfikir tentang Tuhan sekalipun di hotel mewah dan datang dengan kendaraan yang mewah pula. ►e-ti
Nama:Prof. Dr. Komaruddin HidayatLahir:Muntilan, Pabelan, Magelang, 18 Oktober 1953Agama:IslamJabatan:- Rektor UIN Jakarta- Ketua Panitia Pengawas PemiluPendidikan:= Ponpes Pabelan, Magelang (1969)= Sarjana Fakultas Ushuludin IAIN Jakarta (1981)= IMaster and PhD Bidang Filsafat pada Middle East Technical University, Ankara, Turki (1995)= Post Doctorate Research Program di Harfort Seminary, Conecricut, AS, selama satu smester (1997)= International Visitor Program (IVP) ke AS (2002)
Kualifikasi Seorang Kiai

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat , nama yang tidak asing lagi di dunia dakwah Islam, khususnya dakwah dengan pendekatan sufistik. Sejak menyelesaikan S3nya dalam bidang filsafat di Universitas Ankara, Turki pada 1990, pria yang biasa dipanggil Mas Komar ini bergabung dengan Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta. Dari Paramadina inilah ia mulai mengguratkan namanya sebagai cendekiawan Muslim yang cukup diperhitungkan. Memulai karirnya sebagai dosen dan kemudian Direktur Eksekutif Paramadina, ia lalu dipercaya menjadi Ketua Yayasan yang didirikan cendekiawan Nurcholish Madjid tersebut. Penguasaan ilmu-ilmu agamanya yang sangat mumpuni, ditambah reputasi publik yang disandangnya sebagai intelektual kelas wahid di negeri ini, membuatnya begitu sibuk memenuhi undangan diskusi, ceramah dan acara unjuk wicara (talkshow) baik di televisi maupun radio. Sejak Januari 2005, Mas Komar resmi diangkat sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pandangan-pandangan kesufian Mas Komar sudah banyak dikenal, lantaran ia termasuk rajin berceramah tasawuf di berbagai forum. Kekuatan ceramah tasawuf pria penggemar olah raga tenis ini terletak pada metafor-metafor yang dinukil dari kisah-kisah sufi klasik kemudian direfleksikan ke dalam kehidupan aktual saat ini. Inilah yang menyebabkan ceramahnya begitu hidup dan memikat siapa saja yang mendengarkannya. Bukan hanya ceramahnya, tulisan-tulisannya pun mengalir dan enak dibaca. Mungkin karena tulisan-tulisannya itu lebih merupakan refleksi ketimbang analisis ilmiah yang kaku. Tentang kepiawaannya dalam menulis, Mas Komar mengaku karena memang sejak remaja (di pesantren) sudah membiasakan diri berlatih menulis. Bekal keterampilan menulis itu ia asah terus hingga kuliah. Ketika menjadi mahasiswa sampai lulus S1, ia pernah menjadi wartawan majalah Panji Masyarakat selama 4 tahun (1978-1982). Mas Komar adalah orang yang percaya bahwa masa kecil seseorang menentukan akan menjadi apa orang tersebut kelak. Dan ia merasa beruntung karena sejak kecil orangtuanya telah mengarahkannya ke jalan yang kini ia yakini sebagai "benar".Kualifikasi Seorang Kiai Komar lahir di Magelang Jawa Tengah pada 18 Oktober 1953 di lingkungan keluarga yang taat beragama. Dari namanya saja tampak bahwa keluarganya adalah keluarga santri. Begitu juga riwayat pendidikannya. Ia lulus pesantren Pabelan, Magelang pada 1969; kemudian melanjutkan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan lulus sarjana S1 pada 1981. Cendekiawan Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo pernah menilai Komaruddin Hidayat sebagai cendekiawan yang unik, lantaran penguasaannya pada bidang kajian Bahasa Agamasuatu bidang yang jarang digeluti orang lain. Keahliannya di bidang bahasa agama ini dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, yang diterbitkan Paramadina pada 1996. Bagi Dawam Rahardjo, Komaruddin Hidayat merupakan fenomena dari sebuah proses mobilisasi keluarga santri pedesaan yang kemudian mampu menembus batas-batas lokal dan kemudian mengikatkan diri ke dalam jaringan intelektual secara global. Namun sebagai intelektual berlatar belakang pendidikan agama, Komar tetaplah seorang guru ngaji yang setia pada tradisi Islamnya. "Komaruddin Hidayat itu sebenarnya memiliki kualifikasi seorang kiai, sebagaimana Cak Nur, seorang cendekiawan yang memiliki kualifikasi seorang ulama," demikian tulis M. Dawam Rahardjo dalam kata pengantar untuk buku Komaruddin Hidayat berjudul Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis Modernisme (Paramadina, 1998). Minat Mas Komar terhadap tasawuf bukanlah sebuah kebetulan. Sebab, sebagai pengkaji filsafat dan guru besar filsafat Islam ia pasti sangat dekat dengan kajian-kajian mistisisme Islam. Sudah menjadi tradisi di lingkungan akademik IAIN untuk mengkaji bidang-bidang ilmu tradisional Islam secara komprehensif. Filsafat dan mistisisme adalah dua di antara disiplin tersebut. Bekal disiplin ilmu itulah kelak yang mengantarkan Mas Komar menjadi analis yang tajam dalam bidang sosial keagamaan, juga penutur tasawuf yang cukup memukau. Corak tasawuf Mas Komar, sebagaimana dituturkan oleh Dawam, adalah tasawuf yang digandengkan dengan gagasan transformasi sosial sebagaimana juga menjadi concern dari cendekiawan seperti Moeslim Abdurrahman dan Kuntowijoyo.Menjadi Guru Besar Filsafat Agama Suami dari Ait Choeriyah dan bapak dari dua anak ini dikukuhkan sebagai guru besar filsafat agama oleh almamaternya Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta pada Desember 2001. Obsesinya untuk membumikan ajaran-ajaran Islam ia tuangkan dalam pidato pengukuhannya yang ia beri judul "Ketika Agama Menyejarah". Di situ ia mengemukakan bahwa Islam pada awal pertumbuhannya menunjukkan visi, potensi, dan prestasi yang sangat menakjubkan dalam membangun peradaban unggul dengan cara damai, intelektual, dan beradab. Namun, masa-masa produktif Islam menjadi terganggu ketika umat Islam terjebak dalam sengketa politik, baik sesama Muslim maupun dengan pihak Yahudi dan Nasrani.
Umat Islam, kata Komar, juga tidak mampu membangun institusi riset yang independen, yang mengabdi pada pengembangan ilmu terapan. Kuatnya peradaban teks dan kekuasaan ulama-umara, yang lebih mementingkan ritual dan kekuasaan politik ketimbang membangun peradaban, telah menyia-nyiakan aset intelektual yang dimiliki dunia Islam. "Toby E Huff secara karikatural menunjukkan ketidakmampuan dunia Islam memanfaatkan aset intelektualnya, di mana kompas hanya dipergunakan untuk menunjukkan kiblat, sementara oleh orang Eropa dipakai untuk bisa berkeliling dunia. Ilmu astronomi hanya dipakai untuk menentukan kapan datangnya bulan Ramadhan, sementara di Eropa dijadikan modal petualangan angkasa. Lalu dinamit oleh dunia Islam digunakan untuk berperang menghancurkan musuh, di Eropa dijadikan tenaga untuk menggerakkan industri berat dan kapal besar," tandas mantan dosen Filsafat Islam di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta itu. Kitab suci al-Quran, menurut Mas Komar, seharusnya menjadi sumber pencerahan yang tak pernah kering bagi umat Islam. Namun, itu harus disertai iklim kebebasan berekspresi dan bereksperimentasi dengan dukungan institusi yang profesional dan dana yang cukup. Di tengah krisis multidimensi, bangsa Indonesia mempunyai kesempatan untuk melakukan rekonstruksi ulang guna menemukan format Indonesia baru. Bagi umat Islam, kesempatan ini merupakan panggilan sejarah untuk memberikan kontribusi bagi bangsa dan peradaban dunia untuk membangun sebuah model negara demokrasi yang dimotivasi oleh komitmen keislaman. Umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, tambah Mas Komar, harus paling merasa terpanggil memperjuangkan kesejahteraan, keadilan, dan demokrasi. Bukannya malah kembali ke alam pikiran mitologis dan komunalistik.Pandangan Kesufian Mas Komar membedakan dengan tegas antara mitologi dengan mistik. Mitologi merupakan kepercayaan yang tanpa dasar, sementara ajaran mistik bersandar pada petunjuk Tuhan mengenai iman kepada yang gaib sebagaimana diisyaratkan dalam ayat-ayat pertama surat al-Baqarah. Dimensi mistik dari Islam inilah menurut Mas Komar yang harus ditampilkan pada masa sekarang yang penuh dengan krisis. Sebagaimana terbaca dalam tulisannya, "Agama dan Kegalauan Masyarakat Modern" (2000), agama baginya adalah sumber spiritualitas. Oleh karena itu, kekayaan spiritualitas agama ini harus ditampilkan sebagai sumbangan untuk menyelesaikan krisis spiritualitas manusia dan masyarakat modern. Malapetaka akibat kekosongan spiritualitas, kata Mas Komar yang juga pernah mengajar di Pasca Sarjana Filsafat UI ini, akan mudah menimpa manakala manusia menjauh dari Tuhannya. Sebab, manusia terikat perjanjian dengan Tuhan sebelum manusia lahir ke dunia ini. Allah berfirman: "(Ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabb-mu?") Mereka menjawab: Benar (Engkau Rabb kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian ini) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Nya). (Q al-A`raf, 7:172). Dalam pandangan Mas Komar, bila ridha Tuhan tidak lagi menjadi pusat orientasi manusia, kualitas kehidupan menjadi rendah. Dengan menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhirnya, manusia akan terbebaskan dari derita kehampaan spiritual, karena Tuhan adalah Pesona yang Maha Hadir (Omnipresent) dan Maha Mutlak. Eksistensi yang relatif akan lenyap ke dalam eksistensi yang absolut. Keyakinan dan perasaan akan kemahahadiran Tuhan inilah yang akan memberikan kekuatan, pengendalian dan sekaligus kedamaian hati seseorang, sehingga yang bersangkutan senantiasa berada di dalam orbit Tuhan, bukannya putaran dunia yang tak jelas lagi ujung pangkalnya. Dimensi spiritualitas dari faham dan penghayatan keberagamaan, menurut Mas Komar, pada dasarnya merupakan sebuah perjalanan ke dalam diri manusia sendiri. Bisa jadi masyarakat modern yang memiliki fasilitas transportasi canggih merasa telah melanglang buana, bahkan telah melakukan perjalanan ke planet lain, namun amat mungkin masih miskin dalam pengembaraannya dalam upaya mengenal dimensi batinnya, bahwa ia adalah makhluk spiritual. Pencapaian sains dan teknologi memang membuat manusia lupa bahwa dirinya adalah makhluk spiritual, sehingga ia menjadi terasing dari dirinya sendiri dan dari Tuhannya. Inilah yang disebut situasi kehampaan spiritual. Dan itu terjadi akibat gaya hidup serba kebendaan di zaman modern yang menyebabkan manusia sulit menemukan dirinya dan makna hidupnya yang terdalam. Dalam tulisannya yang berjudul "Hegemoni Budaya Benda" (2000), Mas Komar secara jelas menunjukkan pandangan kesufiannya. Menurut mantan ketua Panwaslu Pusat yang sangat dekat dengan anak-anaknya ini, ada banyak cara untuk meningkatkan kesucian jiwa manusia sehingga dengan begitu manusia kembali ke natur bawaan atau kecenderungan primordialnya yaitu selalu rindu untuk dekat kepada Tuhan. Salah satunya ialah dengan berupaya membangun pola hidup yang mengorientasikan diri pasa aspek ruhani atau spiritual, dan melepaskan pandangan keduniaan yang serba benda ini. Dalam tradisi sufisme atau mistisisme pola hidup yang demikian dinamakan pola hidup zuhud. "Dan Islam secara teoritis amat kaya dengan dimensi sufisme atau mistik ini, dan barangkali merupakan paket yang bisa disumbangkan kepada masyarakat modern yang terkepung oleh hegemoni benda-benda," tegas Komar. Pola hidup zuhud itulah yang sering disampaikan Mas Komar dalam forum-forum pengajian dimana ia berkesempatan menjadi narasumbernya. Dalam pengamatan Mas Komar, antusiasme masyarakat perkotaan terhadap tasawuf begitu tinggi. "Tidak sedikit dari kalangan elit kota yang kemudian, setelah memahami dan mendalami tasawuf, mengalami perubahan sikap hidup menjadi lebih bersahaja, kalau tidak bisa dikatakan zuhud. Sikap hidup zuhud ternyata lebih memberikan ketenangan, jauh dari stres, dibandingkan dengan sikap hidup ngoyo dan ngotot mengejar kekayaan materi yang tak pernah terpuaskan." Pandangan kesufian Mas Komar memiliki spektrum dan cakupan yang amat luas. Ia bahkan juga bicara soal-soal yang berkaitan dengan gejala alam raya dari perspektif sufistik. Ketika bencana alam berupa gempa dan gelombang tsunami menerjang bumi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Mas Komar menulis artikel di harian Kompas edisi 11 Januari 2005 untuk melihat pesan mistis dari bencana yang amat dahsyat tersebut. Dalam artikelnya yang berjudul "Kosmosentrisme Religius", Mas Komar menekankan perlunya kearifan dalam memperlakukan alam raya sebagai himpunan Asma Tuhan. Manusia adalah bagian integral dari alam, bukan penguasa alam. Kearifan kuno mengajarkan keserasian antara habit, habitus, dan habitat. Ketika manusia sebagai habitus mengambil sikap eksploitasi dan konfrontasi terhadap habitat alamnya, maka manusia pasti kalah. Bukti kekalahan manusia ketika konfrontasi terhadap alam semakin banyak. "Kini saatnya kita merenung dan menyadari betapa rapuhnya sesungguhnya posisi kita di hadapan semesta," tegasnya. Menurut mantan Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam (Diperta) Depag ini, alam disebut kosmos karena indah dan teratur. Begitulah Tuhan menciptakan. Hanyalah manusia yang memiliki potensi untuk merusak keteraturan alam, bukan makhluk lain. Namun, sehebat apa pun kekuatan manusia untuk melawan alam, tidak mungkin manusia akan bisa memenangkannya. Apa yang bisa diraih dan ditaklukkan manusia, terlalu kecil di hadapan semesta yang tak terbatas. Lalu, di mana kebesaran manusia? Kata kitab suci di samping karena akalnya, dalam diri manusia terdapat ruh ilahi. Jika ruh ilahi ini yang mengendalikan kehidupan, seseorang akan bisa merasakan nikmatnya bernyanyi dan bertawaf bersama tarian dan gerakan tawaf jagat raya.
Bahkan bumi, laut, dan planet di sekitar kita, semuanya senantiasa melayani manusia. Matahari diperintah Tuhan untuk menciptakan penguapan air laut. Giliran angin membawa ke daratan agar menjadi mendung dan hujan. Lalu Bumi dengan gembira menampungnya dan menyuruh benih tanaman tumbuh untuk melayani kebutuhan manusia. Demikianlah, ketika seharian manusia telah lelah bekerja, malam dipanggil untuk menyelimuti agar tidurnya lelap. Begitu pemurahnya Bumi sehingga ia disebut Ibu Pertiwi, sosok yang senantiasa mencintai, memberi, danmelayani, tetapi tak pernah mengharap balas budi. Bencana tsunami di Aceh dan Nias, bagi Mas Komar, merupakan peringatan dan panggilan terhadap kesadaran kosmosentrisme religius, sebuah kritik terhadap paradigma antroposentrisme sekuler yang menjadikan intelektualitas manusia sebagai puncak ukuran kebenaran sehingga secara sistemik masyarakat modern telah menghancurkan habitatnya sendiri. Kita, katanya, dituntut untuk berkawan, santun, dan mencintai alam tanpa terjatuh untuk menyembahnya sebagai Tuhan karena alam adalah jejak-jejak kebesaran dan kasihNya. Jika kita berkawan dengan alam, katanya, maka kita bernyanyi dan menari bersama tarian alam semesta. Ia pun mengutip kata-kata indah dari Gary Zukav, penulis The Dancing Wu Li Masters: "Mata hatinya tidak lagi mampu melihat dan menikmati tarian alam yang begitu indah yang merupakan rumah kita."Pengamat Urban Sufism Dalam diskursus kesufian, khususnya yang berkembang di perkotaan, tak jarang Mas Komar menempatkan dirinya sebagai pengamat, kalau bukan kritikus. Ia, misalnya, pernah menyindir gejala pengajian di kota-kota besar yang diklaim sebagai gejala tasawuf padahal sebenarnya menurut dia hanya pengajian biasa saja. Di pengajian semacam itu yang diajarkan adalah tauhid Islam, praktek ibadah seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan persoalan-persoalan elementer yang memang dibutuhkan oleh orang-orang kaya di kota besar yang sangat buta terhadap agama Islam. Lalu para pengamat menyebut fenomena semacam itu sebagai urban sufism. Padahal, "Tasawuf terlalu tinggi untuk mereka yang masih belum tahu bagaimana berwudhu dengan benar," sindir Mas Komar dalam Kata Pengantar untuk buku karya Sudirman Tebba yang berjudul Hidup Bahagia Cara Sufi terbitan kerjasama Paramadina dan Gugus Lintas Wacana (Januari, 2005). Dalam Kata Pengantar itu pria yang pernah menjadi Fellow Researcher di McGill University, Montreal, Canada pada 1995 ini memang menempatkan dirinya sebagai pengamat urban sufism. Lahirnya kelompok-kelompok tarekat di kota besar seperti Jakarta saat ini, lalu munculnya fenomena zikir akbar ala Muhammad Arifin Ilham atau Ustadz Haryono, serta laris manisnya buku-buku bertema tasawuf dalam beberapa tahun terakhir, bagi Mas Komar belumlah cukup dikategorikan sebagai urban sufism. Itu menurutnya adalah semangat jatuh cinta pada agama. Bahkan tidak jarang masih berada pada tahap "cinta monyet". Merekakalangan elit kota, pengusaha, selebritis, profesional, para CEO, dan lain-lainantusias mendatangi pengajian, bukan bertasawuf dalam pengertian klasik. "Adakah ini gejala kebangkitan tasawuf yang sejati, fenomena sesaat, atau bahkan komersialisasi spiritualitas? Lagi-lagi, semuanya masih harus diteliti lebih jauh," ungkap Mas Komar. Ini bukan berarti Mas Komar pesimis dengan perkembangan tasawuf kota atau urban sufism. Ia hanya ingin mengajak kita melihat fenomena kebangkitan spiritualitas di kota-kota besar itu dalam kaitannya dengan dimensi ruang dan waktu yang saling terkait. Jadi, bukan fenomena tunggal yang berdiri sendiri. Bagi Mas Komar, yang juga pernah menjadi Fellow Researcher di Harfort Seminary, Connecticut, USA pada 1997, semaraknya forum-forum pengajian di kota besar seperti Jakarta akhir-akhir ini berkorelasi kuat dengan krisis ekonomi di tanah air. Ini, katanya, pertanda bahwa orang-orang kaya mulai melihat "dunia lain" di luar kelimpahan materi yang selama ini mengelilingi mereka. Dunia lain itu adalah dunia batin, dunia rohani, yang selama ini mereka abaikan. Dan kelimpahan materi ternyata tidak bisa membawa mereka memasuki dunia rohani yang sesungguhnya bersemayam di dalam diri mereka sendiri. Mereka membutuhkan penuntun untuk mengenal diri sendiri. Dan yang mereka datangi bukan konsultan atau psikolog. Mereka mendatangi forum-forum pengajian, bertanya kepada para ustadz, mubaligh, atau mursyid (guru tasawuf).
Dengan kata lain, Mas Komar melihat gejala urban sufism sebagai bagian dari proses masyarakat yang sedang berada di dalam situasi krisis. Apakah dengan begitu berarti gejala urban sufism itu buruk belaka, karena lebih merupakan sebuah eskapisme? Tidak juga. Bagi Mas Komar, gerakan yang mengajak orang untuk kembali ke agama bukan hanya oleh tasawuf, tapi juga oleh gerakan semacam fundamentalisme, gerakan kultus, gerakan tabligh, gerakan salafi, dan lain-lain. Justru dia memuji gerakan tasawuf yang menurutnya lebih bersahabat ketimbang gerakan fundamentalisme Islam. Gerakan tasawuf, kata Mas Komar, memiliki daya pikat karena ia mewakili satu dimensi keagamaan, yakni dimensi esoteris (dimensi dalam) agama. Tasawuf menjanjikan pengalaman keruhanian manusia yang rindu untuk selalu dekat pada dan bersama dengan Tuhan. Pengalaman mukasyafah, yakni tersingkapnya jarak antara manusia dengan Tuhan, tidak akan terjadi selama manusia masih dibungkus oleh pakaian materi. Tuhan bersifat rohani maka untuk bertemu dengan-Nya manusia haruslah berpakaian rohani. Di masa lalu, tambahnya, salah satu bentuk pakaian rohani ini adalah kehidupan zuhud, yakni melepaskan cinta pada kehidupan duniawi dan lebih mendekatkan diri pada Allah. Abu Dzar al-Ghifari (w. 652 M), salah seorang Sahabat Nabi Muhammad, adalah contoh yang sering disebut sebagai seorang zahid (pelaku kehidupan zuhud). Pola hidup seperti ini pula yang kelak dijalani oleh Rabiah al-Adawiyah (713-801 M). Bagi Rabiah, kehidupan duniawi merupakan rintangan menuju Allah. Itulah sebabnya, sufi wanita berparas cantik ini meninggalkan istana majikannya yang mewah untuk menjalani kehidupan zuhud. "Apakah semangat seperti yang dimiliki Abu Dzar al-Ghifari dan Rabiah al-Adawiyah ini pula yang saat ini menginspirasikan orang-orang, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, untuk mendalami tasawuf?", tanya Mas Komar. Tentu saja spektrum pemikiran dan pandangan tasawuf Mas Komar jauh lebih luas dan kaya dibanding yang bisa dijelaskan di sini. Namun satu hal yang pasti, bagi ayah dua anak yang keduanya perempuan ini, tasawuf adalah kehidupan yang riil itu sendiri. Dalam bukunya yang bertajuk Tuhan Begitu Dekat: Menangkap Makna-Makna Tersembunyi di Balik Perintah Beribadah, yang diterbitkan Paramadina pada 2000, Mas Komar menegaskan bahwa jalan sufi bukanlah jalan berbalik untuk membangun mahligai di langit, melainkan jalan turun dari kesadaran langit untuk memenangkan perjuangan di bumi. Oleh sebab itu, katanya, tokoh sufi yang paling ideal tidak lain dan tidak bukan adalah Nabi Muhammad saw. Muhammad adalah seorang spiritualis tapi sekaligus juga seorang pekerja keras di muka bumi. Bagi Mas Komar, tasawuf mengajarkan kita untuk tidak perlu ngoyo dalam mengejar hidup yang serba sementara ini. Bersyukur dan merasa qana'ah dengan apa yang diberikan oleh Allah, katanya, menjadikan hidup ini lebih rileks dan nyaman. Jauh dari stress, cemas, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Dan bersyukur, katanya lagi, bukan hanya kepada Tuhan tetapi juga kepada sesama manusia, lebih-lebih kepada mereka yang pernah berjasa kepada kita. Itulah sebabnya, penulis buku Wahyu Di Langit Wahyu di Bumi (Paramadina, 2003) ini punya kebiasaan setiap kali menerima gaji atau upah dari hasil kerjanya, ia selalu memejamkan mata sambil berdoa dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan para guru yang telah berjasa menjadikannya seperti sekarang ini. (Source: Centre For Spirituality and Leadership,
http://www.csl.or.id/) ►e-ti
16. Kwik Kian Gie
Eksekutif Berjiwa Pengamat
Analisisnya mengenai ekonomi selalu tajam. Menteri yang berjiwa pengamat ini, sebelumnya berprofesi manajer dan pengusaha. Namun tampaknya ia lebih pas sebagai pengamat. Lalu keaktifannya di Litbang PDIP telah mengantarkannya duduk di eksekutif sebagai Menko Ekonomi pada pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada pemeritahan Megawati. Eh, lagi-lagi ia memperlihatkan sosok sebagai seorang pengamat.Pengamat ekonomi yang dibesarkan Harian KOMPAS ini tidak berubah dari habitatnya, kendati ia sudah dalam posisi eksekutif, pengambil keputusan, sebagai menteri. Ia sering melontarkan pendapat yang berbeda dari kebijaksanaan yang diputuskan kabinet atau pemerintah. Sering tampil sebagai pengamat melontarkan pendapat yang populer. Padahal ia adalah seorang eksekutif.Akibatnya, tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong yang pada mulanya disebut The Dream Team itu menjadi terkesan amburadul. Tidak ada kordinasi. Ada yang berpendapat bahwa Menko Ekuin Dorodjatun Kuntjoro_Jakti tidak mampu memimpin timnya. Tapi sebagian lagi menyatakan bahwa Kwik lebih baik mengundurkan diri dan kembali kehabitatnya sebagai pengamat.Kegaduhan tim ekonomi ini dimanfaatkan pula oleh kalangan politisi dan aktivis politik sebagai pintu masuk menyoroti lemahnya kepemimpinan Presiden Megawati. Ada juga yang memanfatkannya dengan menyarankan dilakukannya reshuffle kabinet sesegera mungkin.Tapi Megawati tampaknya telah belajar dari ringan tangannya Gus Dur mengganti menterinya. Sehingga selamatlah Kwik dan tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong lainnya dari pemberhentian.Kwik sendiri sudah mengalami pergantian dengan ‘dipaksa’ mundurnya dia dari jabatan Menko Ekuin oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Ia ‘dipaksa’ mundur setelah ia dibuat frustrasi seperti ditulis Suara Pembaruan edisi Jumat (11/8) mengutip sumbernya, "Pak Kwik sering tidak tahan menghadapi ulah para menteri, utamanya yang dekat dengan Presiden, karena mereka tidak pernah mau datang ke rapat-rapat koordinasi." Mereka juga menilai bahwa Kwik lebi pas sebagai pengamat ketimbang jadi eksekutif, pengambil keputusan.Hal yang sama hampir saja terjadi jika Kwik bukan kader PDIP dan jika Presiden Megawati menuruti keinginan para politisi dan pengamat. Hari ini mungkin Kwik tidak lagi sebagai eksekutif tapi sudah berkonsentrasi sebagai pengamat, dunia yang sangat dijiwainya.Kwik lahir di Juwana, Jawa Tengah, 11 Januari 1935. Sebentar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kemudian putera seorang pengusaha hasil bumi bernama The Kwie Kie ini, berangkat kuliah ke Nederlandsche Economische Hogeschool, Rotterdam, Belanda. Di sana pula ia bertemu dengan Dirkje Johanna de Widt, gadis Rotterdam yang kemudian menjadi isterinya. Dua dari tiga anaknya juga lahir di kota itu. Lulus dari Nederlandsche Economische Hogeschool pada 1963, ia tidak langsung pulang ke Indonesia, tetapi bekerja dulu sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan pada Kedutaan Besar RI di Den Haag. Namun pekerjaan itu hanya dilakoninya setahun. Selanjutnya, ia menjadi direktur NV Handelsonderneming IPILO, Amsterdam. Tahun 1970 ia kembali ke tanah air, dan sempat menganggur pula selama setahun sebelum akhirnya terjun ke dunia bisnis dan mendirikan PT Indonesian Financing & Investment Company. Ia sempat pula menjadi pimpinan beberapa perusahaan lainnya. Dunia bisnis kemudian ditinggalkan pada 1987, meskipun sampai tahun 1990 namanya masih tercatat sebagai direktur utama PT Altron Niagatama Nusa. "Saya sudah punya cukup uang untuk membiayai semua yang saya inginkan," katanya suatu kali kepada Matra. Ia pun tampil sebagai pengamat ekonomi. Analisisnya yang sering diterbitkan Harian KOMPAS telah membesarkan dan mempopulerkan namanya. Ia pun terjun ke dunia politik dan pendidikan. Untuk dunia pendidikan, bersama dua kawannya, Kaharudin Ongko dan Djoenaedi Joesoef, ia mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Institut Bisnis Indonesia (STIE IBII). Di lembaga itu ia duduk dalam jajaran dewan direktur. Untuk politik, ia bergabung dengan PDI pro Megawati. Di sana ia duduk di Badan Penelitian dan Pengambangan (Balitbang), sekaligus menjadi salah satu Ketua DPP. Meskipun kemudian Mega disingkirkan oleh pemerintah dari PDI, ia tetap konsisten membela dan mendukung Mega. Menurut Kwik, kemanusiaan Mega sangat tinggi. "Kemanusiaannya besar sekali, sehingga Mega tidak bisa melihat darah mengalir, kerusuhan atau kematian. Dia terus menerus berpesan agar anggota PDI menjaga diri dan menghindari kerusuhan," katanya suatu kali. Ia menambahkan, bahwa Mega itu manusia yang mirip Bung Karno, "dan logisnya luar biasa". Ia hidup untuk melayani orang lain. Itu tak lain karena Mega dilahirkan dalam keadaan untuk melayani orang lain. "Jadi kalau dia peduli terhadap kehidupan bangsa ini, itu bukan dibuat-buat, bukan agar dia menjadi orang berpangkat atau orang penting," tambah Kwik. Keadaan memang berubah, reformasi datang, dan PDI Megawati -- kemudian bernama PDI Perjuangan -- diperbolehkan menjadi salah satu partai politik. Selanjutnya, penulis dan pengamat masalah-masalah ekonomi yang sangat produktif ini pun naik ke Senayan sebagai anggota DPR. Di sana, ia pun sempat dipercaya menjadi Wakil Ketua MPR. Kemudian diangkat Gus Dur sebagai Menko Ekuin. Lalu ‘dipaksa’ mudur dari jabatan itu. Dan, oleh Megawati diangkat lagi jadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional merangkap Ketua Bappenas pada Kwik Kian GieSoal Pengurangan Subsidi kepada Perbankan Dalam pidatonya kepada Sidang Tahunan MPR yang lalu, Presiden Megawati Soekarnoputri memberitahukan keputusannya untuk melanjutkan kerja sama dengan IMF sampai akhir tahun 2003. Keputusan ini dikukuhkan dalam rekomendasi MPR dengan isi yang sama. Beberapa pengamat ekonomi geger bahwa pengakhiran kerja sama ini perlu dipersiapkan dengan baik. Mengapa perlu dipersiapkan dengan baik, apa isi dari persiapan itu, dan apa dampak kalau tidak dipersiapkan sama sekali ?Semuanya ini tidak dijelaskan. Beberapa hal yang sifatnya menakut-nakuti dikemukakan, seperti setelah itu tidak akan ada Paris Club lagi, sehingga Indonesia harus membayar utang luar negerinya yang jatuh tempo, sedangkan besar kemungkinan uangnya tidak ada. "Kesulitan" lain seperti kemungkinan bubarnya CGI, putusnya hubungan dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan semua lembaga internasional lainnya tidak disebutkan. Menjadi sangat tidak jelas apa sebenarnya yang dirisaukan?Saya sendiri tidak mengerti apa yang harus dipersiapkan? Kalau toh berbicara tentang persiapan, kita harus mempersiapkan diri sejak sekarang bagaimana caranya supaya antara sekarang sampai akhir tahun 2003 kita dapat mengamandemen kesepakatan dengan IMF supaya tidak menghancurleburkan keuangan negara yang membuat APBN tidak akan sustainable, entah sampai kapan.Masalah paling besar yang harus kita hindari adalah bagaimana supaya kita dapat mengurangi subsidi kepada perbankan dalam jumlah yang setiap tahunnya sekitar Rp 90 trilyun, entah sampai berapa lama. Untuk tahun anggaran 2003, yang dapat dibaca dari APBN, subsidi dalam bentuk pembayaran pokok obligasi rekap (OR) sebesar Rp 36 trilyun, dan bunga OR sebesar Rp 55 trilyun.Kebijakan memberi subsidi pada perbankan dalam jumlah yang demikian besarnya membuat kita mengurangi subsidi untuk BBM, listrik, dan telepon dengan dampak gejolak sosial yang kita alami bersama. Subsidi pada perbankan yang demikian besarnya juga mengakibatkan perusahaan telekomunikasi PT Indosat harus dijual untuk memperoleh dana sekitar Rp 5,4 trilyun (bandingkan dengan Rp 91 trilyun untuk subsidi perbankan), yang juga telah menimbulkan gejolak sosial seperti yang kita alami bersama.Bagaimana menghindarinya? Apakah dengan menghentikan subsidi kepada perbankan sehingga bank-bank ambruk? Tidak. Tim Independen pimpinan Dradjad Wibowo telah mengajukan lima buah solusi yang semuanya tidak direspons sama sekali. Entah karena tak dipahami atau karena faktor lain.Tawaran solusiMelalui tulisan ini, saya ingin mengemukakan solusi yang semoga dapat diterima. OR yang ada di bank-bank, dinyatakan sebagai obligasi tanpa bunga atau zero coupon bond. OR yang jatuh tempo tidak dibayar. Dengan setiap kali menunda pembayaran jumlah pokok pada tanggal jatuh temponya, pemerintah tidak mengeluarkan uang yang jumlahnya signifikan. Untuk tahun anggaran 2003, jumlahnya Rp 36 trilyun dan untuk tahun-tahun selanjutnya setiap tahunnya juga akan berjumlah sekitar besaran itu, karena OR telah ditata ulang (reprofile). Adapun kewajiban membayar bunga OR tidak ada lagi, karena OR tidak mengandung kewajiban pembayaran bunga. Bank yang kehilangan pendapatan bunga OR disubsidi oleh pemerintah dengan uang tunai sampai bank tidak menderita kerugian. Jumlah yang dibutuhkan lebih kecil ketimbang jumlah yang dibayarkan sebagai bunga OR yang fixed terkait dengan jumlah nominal OR dan tingkat suku bunganya. Penghematannya sangat signifikan, yaitu sekitar Rp 18,3 trilyun dari jumlah Rp 55,18 trilyun. Ditambah dengan pengeluaran yang tidak jadi dikeluarkan sebagai pembayaran OR yang jatuh tempo sebesar Rp 36 trilyun itu tadi, untuk tahun anggaran 2003, pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 54,3 trilyun. Ini jumlah yang sangat besar untuk satu tahun.Namun, jumlah penghematan sebesar ini sudah tidak mungkin lagi, karena sebagian OR sudah jatuh di tangan swasta. OR dari bank yang sudah dijual kepada swasta, BCA dan Bank Niaga, sudah tidak dapat diapa-apakan lagi. Sayang, saya kalah terus dalam perjuangan mencegahnya sebelum OR dibersihkan dari bank. Beberapa OR yang melekat pada bank yang belum dijual, juga sudah dibolehkan dan sudah dijual kepada publik. OR ini tidak dapat diapa-apakan juga.Kalau kita membatasi diri pada yang masih ada di tangan pemerintah, dari nilai OR seluruhnya yang Rp 430 trilyun, masih ada Rp 321 trilyun. Keseluruhan jumlah ini masih dapat dicegah pembayarannya dengan usulan dalam artikel ini kalau penjualan OR maupun bank yang masih dilekati OR dicegah sekarang juga. Berapa dari pembayaran pokok OR tahun 2003 yang masih dapat dicegah hanya dapat saya perkirakan bahwa kalau 75 persen masih di tangan bank-bank milik pemerintah, dari yang tercantum dalam APBN 2003 juga sekitar 75 persen yang dapat diamankan, atau 75 persen dari Rp 36 trilyun atau sekitar Rp 27 trilyun.Adapun bunganya yang dapat dihemat kalau bank-bank rekap yang masih ada di tangan pemerintah disubsidi sebatas membuatnya impas saja (sesuai dengan perhitungan staf Bappenas), penghematannya tidak banyak, hanya sekitar Rp 4,86 trilyun. Tetapi, toh ini berarti bahwa beban OR tahun 2003 dapat dikurangi dengan Rp 27 trilyun plus Rp 4,86 trilyun atau Rp 31,86 trilyun, seandainya usulan saya dalam artikel ini dapat diterima.Jadi, seandainya saya dari dulu didengar, untuk tahun anggaran 2003 saja dapat dihemat Rp 54,26 trilyun. Tetapi, karena sekarang sudah banyak OR yang tidak lagi di tangan pemerintah, pengeluaran untuk OR yang dapat dihemat menjadi lebih kecil, yaitu Rp 31,86 trilyun itu tadi. Lumayan. Tetapi harus ada banting setir kebijakan tentang bank-bank rekap sekarang juga. Kalau tidak, ya setiap tahun keluar Rp 90 trilyun, entah sampai kapan.Sangat absurd kalau dibandingkan dengan kebutuhan untuk menolong orang-orang miskin, membangun infrastruktur dan membangun kembali kekuatan pertahanan dan keamanan yang jauh lebih kecil dari jumlah itu, tetapi tidak mampu dibayar oleh pemerintah. Lebih absurd lagi karena pemerintah mengambil risiko gejolak sosial sambil membuang uang demikian besarnya yang tidak ada dasar logikanya sama sekali.Begitu absurdnya sampai masalah ini sudah menjadi obsesi dan keresahan yang mendalam setiap saat saya ingat akan hal ini. Bagaimana mungkin orang-orang sangat pandai itu tidak melihat hal yang sesimpel ini, yang dampak penderitaannya begitu riil?Untuk jelasnya, usulan saya ini mempunyai implikasi bahwa pada neraca, jumlah OR tetap, modal sendiri di pasiva neraca tetap sehingga rasio kecukupan modal (CAR) tidak berkurang. Dalam perincian rugi/laba, selama bank tidak mampu membuat laba atas kekuatannya sendiri, bank disubsidi oleh pemerintah sampai impas atau break even. Namanya tidak lagi "Bunga OR", tetapi apa adanya, yaitu "Subsidi dari Pemerintah". Manajemen bank yang dijamin tidak pernah akan rugi tentunya mempunyai ketenangan dan bisa berkonsentrasi sepenuhnya membuat banknya menjadi sehat dengan cara perlahan-lahan memenuhi fungsinya sebagai intermediasi antara tabungan dan penyalurannya ke sektor produktif. Kepada manajemen bank memang harus diberi target membuat laba atas kekuatan sendiri dan subsidi tidak diberikan lagi dalam waktu empat tahun sejak sekarang. Manajemen bank dituntut bahwa dalam waktu empat tahun akan mampu membuat spread positif yang melebihi keseluruhan biaya fixed overhead. Maka, akan terbentuk laba neto yang ditambahkan pada modal sendiri. Sedikit demi sedikit, kelebihan modal sendiri yang dibutuhkan untuk membuat CAR sesuai persyaratan, dipakai untuk mengembalikan OR.Bagaimana kondisi kini?Dalam laporan keuangan, mereka (bank-bank) membuat laba. Tetapi, kalau pendapatan bunga dari OR dikeluarkan, langsung merugi luar biasa besarnya. Jelas bahwa sejak tahun 1998, bank-bank rekap disubsidi besar-besaran, tetapi tetap saja tidak sehat. Sudah tiba saatnya batas waktu lamanya subsidi harus ditentukan. Usulan dalam artikel ini tidak membayar jumlah nominal OR yang jatuh tempo. Sebagai gantinya bunga OR, pemerintah memberikan subsidi secukupnya sampai bank tidak merugi. Tetapi, dibatasi sampai 4 tahun, bank harus bisa mandiri membuat laba, tanpa subsidi lagi.Namun, kalau perlu OR yang sudah menjadi zero coupon bond dibiarkan di sana untuk menyangga CAR yang memenuhi syarat. Zero coupon bond itu, walaupun mempunyai tanggal jatuh tempo, setiap kali ditunda pembayarannya. Toh tidak akan menggelembungkan bunga, karena bunganya sudah nol dan diganti dengan subsidi yang cukup untuk membuat bank tidak menderita kerugian (bleeding) saja.Kritiknya, apa masuk akal? Ketika saya mengemukakan gagasan ini pertama kalinya, memang dikritik dan dilecehkan sebagai orang yang perlu dipertanyakan. Tetapi, Paul Volcker dalam nasihatnya untuk memecahkan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) antara Bank Indonesia dan Pemerintah, malah menggunakan perpetual non interest bearing capital maintenance note. Lebih gila dari saya, tetapi toh tidak ada menteri membantahnya. Mestinya, tim ekonomi pemerintah, DPR, dan IMF harus menerima pikiran saya kalau pikiran Paul Volcker diterima.Kalau IMF mau menerima pikiran ini, kita dapat melunasi utang segera yang tersisa 9 milyar dollar AS. Tanpa uang ini, yang toh tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisa milik Indonesia sendiri habis, kita sudah mempunyai cadangan devisa sekitar 21 milyar dollar AS. Neraca pembayaran surplus terus. Selama pemerintahan Soeharto dengan fundamental ekonomi yang katanya demikian kuatnya, cadangan devisa rata-rata 14 milyar dollar AS dan kita merasa comfortable.Setelah melunasi segera yang 9 milyar dollar AS, kita tidak mempunyai utang kepada IMF dan dengan sendirinya tidak perlu membayar bunga yang merupakan penghematan lagi.Dengan IMF, tidak perlu bertengkar. Kita tetap konsisten bekerja sama sampai akhir tahun 2003. Bagian-bagian dari LoI yang merugikan rakyat banyak atau tidak sensitif terhadap suasana batin rakyat banyak, tidak kita jalankan.Inilah salah satu butir strategi pengakhiran asistensi dari IMF yang sudah telanjur harus kita teruskan sampai akhir 2003. Kalau IMF tidak mau menerima, ya apa bolah buat. Terserah, mau apa saja dan main "mafia-mafiaan" seperti apa pun juga harus kita layani. Ini bukan sikap bagaikan inlander. Inlander adalah menghamba absolut. Yang saya usulkan adalah adu cerdas dan adu logis.Artikel ini memang padat, sehingga kemungkinan beberapa detail tidak dipahami. Sangat mungkin pikiran saya yang memang salah kaprah. Kalau demikian, harap supaya dikritik agar saya dapat menjawabnya. Kalau saya tidak mampu atau ada salah pikir, akan saya akui terus terang.

Nama : Kwik Kian GieLahir : Juwana, Jawa Tengah 11 Januari 1935Pendidikan : *1955 SMA Bagian C - 1956 FE-UI (Tk.Persiapan) - 1956-1963 Nederlandsche Economiche Hogeschool, Rotterdam Belanda Isteri:Dirkje Johanna de Widt Anak: -Ing Hie (lahir 1963:lulusan MBA dari Stanford University,tahun1991) - Mu lan (lahir 1967:lulusan Universitas Erasmus Rotterdam) - Ing Lan (lahir 1971:luusan Institut Bisnis Indonesia)Karya : - 1993 Saya Bermimpi Jadi Konglomerat (Jakarta, Gramedia) - 1994 Analisa Ekonomi Politik Indonesia (Jakarta,Gramedia Pustaka Umum) Organisasi:Ketua DPP/Ketua Litbang PDIPKarir : - 1963-1964 Staf Lokal KBRI di Den Haag - 1964-1965 Direktur Nederlands Indonesische Geoderen Associatie - 1965-1970 Direktur NV handelsonderneming "Ipilo Amsterdam" - 1971-1974 Direktur PT Indonesian Financing & Investment Company - 1978-1990 Direktur dan Salah Seorang Pemegang saham PT Altron Panorama Electronics - 1978 Dirut PT Jasa Dharma Utama - 1978 Komisaris PT Cengkih Zanzibar - Sejak 1985 Pengamat/penulis ekonomi yang kreatif di KOMPAS- 1987 Bersama Djoenaedi Joesoef dari Konimex dan Kaharudin Ongko dari Bank Umum Nasional,menggagas terbentuknya Institut Bisnis Indonesia (IBiI),dan bersama Yayasan Wit teven Dekker membentuk IBiI.Kwik menjabat sebagai Ketua Dewan Direktur sejak pendiriannyaAnggota MPR/DPR-RI dan Wakil Ketua MPR-RI 1999.Menko Ekonomi Kabinet Persatuan Nasional 1999-2000Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas Kabinet Gotong-Royong 2001-2004.Alamat Kantor : DPP PDI Perjuangan Jl.Lenteng Agung No.99 Jakarta Selatan Telp.021-7802824Gedung BappenasJl. Diponegoro Jakarta Pusat



17.Mar’ie Muhammad
Mr Clean di Tengah Maraknya Korupsi
Mantan Menteri Keuangan pada era Orde Baru ini digelari Mr Clean. Pendiri dan Ketua Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) ini terbebas dari korupsi kendati ia bagian inti kekuasaan (keuangan) pada era Orde Baru yang terkenal amat korup itu. Dalam Musyawarah Nasional Palang Merah Indonesia (PMI) ke XVIII di Jakarta, 6-9 Desember 2004 dia terpilih kembali menjadi ketua umum PMI periode 2004-2009. Selain aktif dalam bidang kemanusiaan, ia pun sangat memprihatinkan masih maraknya korupsi pada era reformasi ini. Menurutnya, corrupt itu selalu abuse of power. Semakin tinggi kualitas dari good governance, semakin rendah korupsi. Sebaliknya semakin rendah kualitas good governance, korupsinya semakin tinggi. Perihal latarbelakang mengapa perlu membangun masyarakat transparansi, ia melihatnya dalam kaitannya dengan tigal hal fundamental dalam etika kekuasaan, public ethic. Pertama, bagaimana seseorang atau sekelompok orang itu mencapai kekuasaan tertentu. Cara bagaimana dia mencapai kekuasaan itu, pakai cara demokratis, legitimate, dan manusiawi atau tidak.Kedua, kalau dia sudah mencapai kekuasan, meskipun dia mencapai kekuasaan itu dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum, sesuai dengan konsensus yang berlaku dalam masyarakat, kemudian juga sah secara demokratis, masih timbul pertanyaan: bagaimana kekuasaan itu digunakan. Apakah telah digunakan betul-betul untuk kepentingan publik atau masyarakat yang diwakili. Apakah kekuasaan itu telah digunakan sesuai dengan konsensus semula, atau apa tidak ada penyalahgunaan dari konsensus semula. Apakah kekuasaan tidak digunakan berlebih-lebihan, excessive use of power, sehingga semua ditekan ke bawah. Yang terakhir ini biasa disebut soft authoritarian. Seperti negara-negara di Asia Tenggara itu legitimate, sah kekuasaannya, pemilihannya demokratis, tapi kekuasaan digunakan berlebih-lebihan. Kalau tidak abuse, penyalahgunaan biasanya yang terjadi penggunaan kekuasaan berlebih-lebihan, excessive. Kemudian apakah dia telah menempuh cara-cara yang tidak wajar untuk melanggengkan kekuasaannya. Misalnya, tindakan apapun akan dia lakukan supaya dia itu in power. Apakah tidak ada upaya-upaya dengan cara apapun hendak melanggengkan kekuasaan, as soon as possible. Di Indonesia itu berlaku abuse of power; kedua, excessive use of power, ketiga melanggengkan kekuasaan. Tiga-tiganya berjalan di Indonesia ini. Ketiga, tentang pertanggungjawaban kekuasaan, public accountability. Apakah kekuasaan itu dipertanggungjawabkan secara transparan?Setelah reformasi, katanya, kita ingin membuka lembaran sejarah baru. Karena itu kita dirikan masyarakat transparansi. Supaya orang tahu pertanggungjawaban itu maka harus transparan; yang maksudnya supaya masyarakat itu mengetahui bahwa kekuasaan itu, meskipun susah, telah dipertanggungjawabkan secara transparan. Jadi orang tahu kalau nanti masyarakat itu dilibatkan secara luas dengan cara yang transparan melalui media massa dan lain-lain. Wewenang publik itu telah dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya dan telah digunakan sebetul-betulnya untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok. Betul-betul untuk kepentingan umum. Menurutnya, public accountability and transparancy itu tidak bisa dipisahkan. Ini satu.Kemudian, kedua, transparansi itu penting dalam rangka good governance. Good governance itu adalah cara-cara menggunakan kekuasaan dan kewenangan sedemikian rupa sehingga kewenangan itu digunakan betul-betul untuk kepentingan umum dengan cara yang transparan.Good governance itu ada jika ada pembagian kekuasaan. Jadi ada disperse of power, bukan concentrate of power. Good governance sama dengan disperse of power, pembagian kekuasaan plus public accountability plus transparancy. Good governance perlu untuk menekan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang biasanya itu menimbulkan korupsi. Dan corrupt itu selalu abuse of power. Semakin tinggi kualitas dari good governance, semakin rendah korupsi. Sebaliknya semakin rendah kualitas good governance, korupsinya semakin tinggi. Di sini muncul lagi unsur transparansi.Dahulu orang bicara good governance itu hanya untuk wilayah publik. Sekarang ndak karena dibicarakan lebih luas lagi pada perusahaan-perusahaan. Kenapa? Perusahaan-perusahaan itu juga menyandang atau mempunyai kekuasaan dari masyarakat. Mereka menyandang amanat masyarakat. Misalnya, kita taruh uang di Bank. Kalau terjadi apa-apa di bank-nya? Sementara manajemennya nggak betul? Uang kita hilang. Ini berkaitan dengan konsep stake holder. Jadi stake holder-nya tidak hanya share holder. Semuanya berkepentingan. Kalau perusahaan besar manajemennya nggak betul, dampaknya juga pada masyarakat. Jadi sekarang ini yang menyandang public accountability itu tidak hanya kekuasaan-kekuasaan publik tetapi juga meluas pada perusahaan-perusahaan. Karena itu governance di sini pada public sector maka biasanya kita juga ngomong as well as in the corporate sector. Kemudian, good governance equal to disperse of power atau pembagian kekuasaan, plus public accountability, plus transparancy. Nah pengertian transparansi jauh lebih luas dari hanya sekedar keterbukaan. Sekarang disperse of power itu bentuknya apa? Harus ada suatu lembaga-lembaga di luar eksekutif, yaitu: legislatif, yudikatif dan eksaminatif. Jadi orang sekarang tidak bicara trias politika lagi. Nggak, sudah empat: eksekutif, yudikatif, legislatif dan eksaminatif. Ini menjadi empat pilar. Yang tiga terakhir itu harus independen terhadap eksekutif. Independen itu apa? Dia menyangkut fungsinya dan tingkah lakunya. Dia tidak boleh secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh eksekutif dalam pengambilan keputusan. Begitu dia dipengaruhi, dia tidak independen lagi. Karena memang tugas yang tiga itu mengawasi yang satu, eksekutif itu.Lalu, yang namanya pemisahan kekuasaan itu adalah dilembagakannya yang namanya oposisi. Pelembagaan dari partai oposisi; partai oposisi selalu menjadi bayangan, bahkan dia punya kabinet. Kalau ini (pemerintahan) tidak berkuasa lagi, maka oposisi akan naik. Masalahnya mengapa orang itu menggunakan partai oposisi? Berfikir demokratis itu adalah berfikir dalam kerangka alternatif; sedangkan otoriter itu tidak pernah berfikir dalam kerangka alternatif, karena cuma satu. Mengapa demikian? Supaya masyarakat itu jangan dihadapkan pada suatu keadaan yang vakum. Kalau yang satu gagal, ada yang muncul segera; sehingga sistem itu tidak vakum. Seperti sekarang kita ambruk sistemnya karena selama ini orang yang menjadi sistem. Begitu orangnya turun, habis sistemnya. Selain itu, harus ada keseimbangan dan kesetaraan antara pemerintah yang memerintah dan dengan yang diperintah. Yang memerintah itu bukan hanya eksekutif. Jangan salah. Eksekutif plus legislatif, plus yudikatif, plus eksaminatif, itu semua memerintah. Mereka mempunyai kekuasaan formal. Yang memerintah adalah orang-orang atau badan-badan yang mempunyai kewenangan publik, dan itu terdiri dari empat itu. Lalu apa kewenangan publik itu? Suatu kewenangan yang diperoleh dari masyarakat melalui suatu ketentuan tertentu, undang-undang atau dasar apapun juga, yang keputusan-keputusannya akan menyangkut kepentingan umum. Nah itu harus ada kesetaraan antara kekuasaan formal dengan yang diluar; antara yang memerintah dengan masyarakat umum, yang diperintah. Masyarakat umum sendiri mempunyai lembaga-lembaga, seperti partai politik, lembaga sosial, Pers, Universitas, dan lain-lain. Ini yang organized society. Di luar itu ada yang unorganized. Jadi memang sekarang ini kita baru dalam tahap conditioning; menciptakan lingkungan yang kondusif bagi masyarakat yang transparan. Kita menyadari bahwa masyarakat di Eropa - transparansi mulainya di Eropa dulu bukan di Amerika - dan di Amerika, itu memakan waktu lama, ratusan tahun untuk menjadi masyarakat transparan. Tapi kita tidak perlu seperti itu, karena dunia ini 'kan sudah global, sehingga tidak usah menunggu waktu yang sama lamanya. Sebab waktu masyarakat Eropa, Amerika dan Jepang meniti ke masyarakat yang transparan, dunia ini belum seperti sekarang. Sekarang ini dunia ini sudah menjadi masyarakat informasi sehingga kita tidak perlu waktu yang begitu lama untuk menuju masyarakat yang transparan. Tetapi memang yang kita kerjakan sekarang ini adalah membangun suatu lingkungan masyarakat ke arah terwujudnya suatu masyarakat yang transparan. Nah waktunya sampai kapan, itu merupakan suatu proses. Dan perkembangan masyarakat itu 'kan suatu proses.di tengah berbagai upaya pemulihan ekonomi nasional yang belum sepenuhnya rampung, berbagai kasus pembobolan bank mencuat di atas permukaan bagaikan petir di tengah terik matahari. Sudah banyak pernyataan dari pihak yang berwenang mengenai kasus ini tetapi langkah-langkah konkret untuk pencegahan belum diungkapkan kepada masyarakat.Menghadapi kasus pembobolan BRI dengan modus operandi yang tidak berbeda dengan BNI seharusnya pihak Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan khusus oleh auditor yang independen. Menkeu juga sudah mulai buka suara untuk melakukan pembersihan bank karena pembobolan bank ini akan merusak kepercayaan masyarakat domestik dan internasional terhadap industri perbankan kita.Akibatnya sungguh fatal bagi pemulihan ekonomi karena tidak ada transaksi ekonomi dan bisnis yang tidak melibatkan perbankan. Soalnya sekarang bukan apa masalahnya, tetapi langkah-langkah apa yang perlu diambil dan bagaimana tindakan-tindakan itu dilaksanakan secara konsisten.Yang menarik dalam kasus-kasus ini, justru pembobolan dalam skala-skala besar terjadi dalam bank pemerintah meski tindak kriminalitas semacam ini juga terjadi pada bank-bank swasta, ukurannya lebih kecil. Mengapa pada bank pemerintah yang secara teoritis pengawasannya lebih ketat dan berlapis-lapis pembobolan jauh lebih merajalela dari bank swasta?Masalah inti yang perlu segera dibenahi terletak pada beberapa segi yang mendasar. Masalah penegakan good governance secara struktural memang ada pada bank-bank pemerintah yang meliputi pengawasan oleh dewan komisaris, ada komisaris independen, ada pula audit internal, ada direktur yang mengurusi kepatuhan, ada juga komite audit dan manajemen risiko.Jadi, secara kasat mata, struktur governance ini tidak banyak berbeda dengan apa yang dipraktikkan pada bank-bank swasta. Yang lebih penting, apakah badan-badan untuk menegakkan good corporate governance ini bekerja secara efektif.Dewan komisaris bank-bank pemerintah yang sarat dengan pejabat pemerintah, apakah benar-benar mengerti urusan pengawasan perbankan secara teknis. Komisaris independen pada bank pemerintah banyak diduduki oleh orang-orang dari perguruan tinggi yang belum mengerti seluk-beluk praktik perbankan. Seharusnya komisaris bank pemerintah dan komisaris independen diisi oleh tenaga-tenaga profesional supaya kita tidak mengulangi kesalahan masa lalu.Lalu, ada segi lain lagi yang patut mendapat sorotan tentang bank-bank pemerintah. Selama ini kita hanya terfokus pada direksi kantor pusat dan hampir mengabaikan pentingnya pimpinan cabang. Cabang-cabang justru memiliki kedudukan yang strategis karena di situlah terjadi transaksi.Lihatlah apa yang terjadi pada pembobolan di BNI, BRI dan bukan tidak mungkin terjadi juga pada bank pemerintah yang lain. Pimpinan dan staf cabang bank-bank Pemerintah harus terdiri dari tenaga-tenaga yang profesional dan integritasnya dapat diandalkan. Pengangkatan pimpinan cabang bank-bank Pemerintah jangan sekedar urut kacang atau arisan, tetapi harus betul-betul didasarkan pada kinerja dan track record mereka.Yang juga menarik dalam kasus ini, aktor intelektual di balik pembobolan itu sebagian terdiri dari wajah-wajah lama yang sudah pernah terlibat dalam pembobolan bank. Tetapi tragisnya, para penjahat di negeri ini bebas lalu lalang karena mereka hanya sebentar saja diberitakan di koran-koran, lalu kemudian menjadi tuan-tuan terhormat dan berbisnis seperti biasa.Jadi, kaidah reward and penalty tidak berjalan alias orang jahat orang baik sami mawon. Akibatnya orang-orang baik dapat tertarik menjadi orang jahat karena dengan mudah dan cepat dapat menimbun harta karun berlimpah-limpah, lalu hasil jarahan ini dijadikan modal berbisnis.Bank MandiriAda pepatah bahasa Inggris yang mengatakan "bad money will drive good money" dan drama seperti ini berlangsung setiap hari di negeri ini.Ada berita lain yang mencuat di berbagai mass media belakangan ini yaitu mengenai Bank Mandiri, yang menurut pemberitaan itu cadangan untuk kredit macetnya atau NPL harus ditingkatkan.Menghadapi fakta-fakta yang ironis seperti ini, Bank Indonesia sebagai lembaga yang sehari-hari mengawasi perbankan harus lebih proaktif. BI perlu secepatnya melakukan audit investigasi terhadap perbankan khususnya yang besar-besar dan dimulai dari bank pemerintah untuk meyakinkah apakah keadaan perbankan benar-benar sehat sebagaimana yang dipublikasikan di koran-koran.Melalui audit investigasi dapat diketahui apakah kualitas aktiva produktif keadaannya benar seperti yang dilaporkan dan apakah cadangan kredit macetnya tidak terlalu rendah. Alhasil prinsip super konservatif pada perbankan perlu ditegakkan, bagaikan kata pepatah "sedia payung sebelum hujan", apalagi hujannya sekarang sudah turun.Ada aspek lain yang perlu disoroti mengenai bank-bank pemerintah yaitu kultur atau tingkah laku para pimpinan dan stafnya yang ternyata belum menghayati prinsip profesionalisme.Ada juga yang sudah profesional tetapi profesionalismenya justru disalahgunakan untuk ikut bermain. Para pejabat perbankan ini bukan tidak tahu tentang customer-nya tetapi justru 'terlalu tahu' atau dengan kata lain telah terjadi kolusi.Membangun kultur bisnis yang baru bukan hal yang mudah dan itu harus diberi contoh dari atas. Jangan berharap kultur yang profesional dan bersih akan tumbuh begitu saja dari bawah.Supaya mereka benar-benar profesional dan tidak macam-macam, kalau dianggap gajinya kurang supaya dinaikkan. Kultur bisnis yang sehat sungguh sangat penting, apalagi untuk para pengelola lembaga yang menggenggam kepercayaan masyarakat.Bayangkan, apa akibatnya jika masyarakat beramai-ramai menarik deposito dan tabungannya dari bank pemerintah karena hilangnya kepercayaan dan para deposan itu menganggap uang mereka telah dicuri.Terlepas dari kontrovesi suka atau tidak suka tentang masuknya manajemen asing, secara jujur harus diakui masuknya tenaga-tenaga dari luar membawa dampak yang positif dalam merubah kultur.Sebagai contoh, meski Bank Danamon belum lama didivestasi yang disertai dengan masuknya tenaga-tenaga dari luar, telah menunjukkan dampak yang positif dilihat dari aspek pengelolaan bank yang profesional dan prudent.Sekarang masyarakat menunggu dengan harap-harap cemas, langkah-langkah konkret dari Bank Indonesia supaya pernyataan yang dikeluarkan tidak dianggap sekadar retorika dan penyejuk suasana. ►e-ti, Bisnis Indonesia, 8 Desember 2003, http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=137



18. Mochtar Kusumaatmadja
Diplomat Berpikir Cepat dan Lugas
Mantan Menteri Luar Negeri (1978-1988) ini seorang diplomat ulung yang lugas dan cepat mengambil suatu konklusi dalam setiap pembicaraan (diplomasi). Guru Besar FH Unpad kelahiran Jakarta, 17 April 1929, ini berperan banyak dalam diplomasi penetapan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Dia berhasil memainkan posisi dan kebijakan politik bebas-aktif Indonesia dalam peta diplomasi dunia.Pria yang memulai karier diplomasi pada usia 29 tahun ini dikenal piawai dalam mencairkan suasana dalam suatu perundingan yang amat serius bahkan sering menegangkan. Dia cepat berpikir dan melontarkan kelakar untuk mencairkan suasana. Diplomat penggemar olahraga catur dan berkemampuan berpikir cepat namun lugas ini, memang suka berkelakar. Wakil Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York, ini berperan banyak dalam konsep Wawasan Nusantara, terutama dalam menetapkan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Alumni S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1955), ini berperan banyak dalam perundingan internasional, terutama dengan negara-negara tetangga mengenai batas darat dan batas laut teritorial itu.Tahun 1958-1961, dia telah mewakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, dan Tokyo. Beberapa karya tulisnya juga telah mengilhami lahirnya Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia, 1970. Dia memang seorang ahli di bidang hukum internasional. Selain memperoleh gelar S1 dari FHUI, dia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Yale (Universitas Yale) AS (1955). Kemudian, dia menekuni program doktor (S3) bidang ilmu hukum internasional di Universitas Padjadjaran ( lulus 1962).Dari sejak mahasiswa, terutama setelah menjadi dosen di FH Unpad Bandung, Mantan Dekan Fakultas Hukum Unpad ini telah menunjukkan ketajaman dan kecepatan berpikirnya. Ketika itu, dia dengan berani sering mengritik pemerintah, antara lain mengenai Manifesto Politik Soekarno. Akibatnya, dia pernah dipecat dari jabatan guru besar Unpad. Pemecatan itu dilakukan Presiden Soekarno melalui telegram dari Jepang (1962).Namun pemecatan dan ketidaksenangan Bung karno itu tidak membuatnya kehilangan jati diri. Kesempatan itu digunakan menimba ilmu di Harvard Law School (Universitas Harvard), dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship tahun 1964-1966.Malah kemudian kariernya semakin melonjak setelah pergantian rezim dari pemerintahan Soekarno ke pemerintahan Soeharto. (Pemerintahan Soeharto memberi batasan pembagian rezim ini sebagai Orde Lama dan Orde Baru).Di pemerintahan Orde baru, sebelum menjabat Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV, 29 Maret 1978-19 Maret 1983 dan 19 Maret 1983-21 Maret 1988, menggantikan ‘Si Kancil’ Adam Malik, Mochtar terlebih dahulu menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II, 28 Maret 1973-29 Maret 1978. Namun tampaknya dia lebih menunjukkan kepiawian dalam jabatan Menlu dibanding Menkeh.Di tengah kesibukannya sebagai Menlu, dia sering kali menyediakan waktu bermain catur kegemarannya, terutama pada perayaan hari-hari besar di departemen yang dipimpinnya. Bahkan pada akhir tahun 1985, ia terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi). ►tsl
Nama:Mochtar KusumaatmadjaLahir:Jakarta, 17 April 1929Agama:IslamPendidikan := S1 Fakultas Hukum UI, Jakarta (1955) = S2 Sekolah Tinggi Hukum Yale, AS (1955) = S3 Universitas Padjadjaran, Bandung (1962) = S3 Universitas Harvard dan Universitas Chicago, AS (1964-1966) Karier:= Wakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, Tokyo (1958-1961) = Wakil Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York = Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung= Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II (1973-1978)= Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1983 dan 1983-1988)

Tidak ada komentar:

Kok Rapid Test Bayar?

Kok Rapid Test Bayar? Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni   soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kit...