Rabu, 22 Juli 2020

Kok Rapid Test Bayar?

Kok Rapid Test Bayar?

Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni  soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kita harus membayar sebuah test yang tingkat akurasinya pun diperdebatkan. Saya masih mencari adakah negara lain di dunia ini yg “mendewakan” rapid test seperti kita, dan menjadikannya sebagai syarat untuk melakukan perjalanan atau administrasi tertentu? Tulisan ini berupaya menggunakan Bahasa se-sederhana mungkin dan to the point…

Sebagai perbandingan, saya tinggal di kota Melbourne selama 4 tahun dan sudah melaksanakan swab test secara mandiri karena memang kota Melbourne saat ini menjadi “hotspot” area di Australia. Tapi yang membedakannya, swab test dilakukan secara gratis dan bisa dilakukan secara drive-through karena testing area banyak tersedia di pusat-pusat perbelanjaan, selain di klinik kesehatan. Jadi, melakukan swab test sangat mudah karena bisa dilakukan saat kita berbelanja, dan dengan sistem drive-through akan meminimalkan potensi kerumunan dan pelanggaran jarak physically distancing.

Perbedaan lain, tidak ada syarat hasil swab test apalagi rapid test untuk melakukan suatu perjalanan ke kota lain. Jika suatu daerah masih berstatus “merah” seperti Melbourne dan sekitarnya, ya otomatis mereka dilarang untuk keluar kota, dan kota-kota lain semisal Perth dan Adelaide sudah menutup pintu bagi orang orang Melbourne. Sebaliknya, karena sama-sama berstatus “hijau”, orang-orang Perth dan Adelaide pun dapat mengunjungi satu sama lain dan tidak perlu syarat “tes-tesan” segala.

Walau begitu, saya masih bisa menerima pendapat bahwa masyarakat kita memang perlu dites COVID 19 sebanyak-banyaknya, semakin banyak semakin bagus apalagi kalau persentase orang yang terkena COVID 19 kebanyakan tidak memiliki gejala. Tetapi yang saya tidak setuju adalah mengapa kita harus membayar untuk test semacam ini? COVID 19 sudah sangat memukul perekonomian masyarakat. Lha sekarang kok ada pengeluaran tambahan untuk biaya tes?

Saya kembali teringat momen pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Hal yang membuat saya heran adalah ketika hidup sehari-hari, masyarakat disini tidak perlu membeli air minum karena kran air atau tap water dapat dikonsumsi dengan aman. Bandingkan jika 1 keluarga di Indonesia menghabiskan sekitar 75 ribu per minggu utk membeli air minum. Per bulan keluarga ini akan menghabiskan sekitar 300 ribu rupiah. Andaikan penghasilan mereka sekitar 3 Juta rupiah, maka 10 persen pengeluaran sudah habis hanya untuk membeli air minum. Sementara disini, sepasang suami istri yg bekerja full time bisa menghasilkan sekitar 300 AUD ( 3 Juta Rupiah) per hari tanpa perlu membeli air minum untuk kebutuhan sehari-hari. Di era pandemic, mereka pun tidak perlu mengeluarkan dana tambahan untuk keperluan Covid 19 tests. COVID tests are encouraged and they all are free dude!! Bahkan, mereka bisa mendapatkan bantuan dana 1500 AUD jika positif COVID 19.

Lalu saya teringat materi kuliah hukum saat berkuliah di kota Malang. Saya bukan orang yang ahli soal filsafat hukum tetapi paling tidak saya ingat konsep Negara Kesejahteraan alias Welfare State. Om Kranenburg bilang bahwa negara harus aktif mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat dan bukan hanya golongan tertentu saja. Lalu, turunan konsep ini adalah konsep kesejahteraan social alias Social Welfare. Artinya, negara harus menjamin kebutuhan material dan non-material masyarakatnya. Kesehatan adalah kebutuhan dasar yang bahkan bersifat material dan non-material karena ia tidak hanya soal biaya atau fasilitas kesehatan yg wajib ditanggung negara, melainkan juga soal rasa aman dan perlindungan dari ancaman penyakit yang mengancam nyawanya.

Kesejahteraan social juga sudah jelas tercantum dalam UUD 1945. Kita semua pasti familiar dengan frase perekonomian berdasar asas kekeluargaan, pembiayaan pendidikan dasar, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara hingga pengembangan sistem jaminan social. Kita pun memiliki Undang-Undang 10 tahun 2009 tentang Kesejahtaraan Social. Artinya dalam kondisi normal, negara harus berperan aktif untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, khususnya pemenuhan kebutuhan dasar, baik material maupun non-material. Di kondisi darurat, negara harus lebih aktif lagi memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Bahkan saya melihat beberapa negara yg kita kenal sebagai negara liberal ternyata tiba-tiba bisa berubah menjadi negara sosialis di musim corona ini. Tetapi jangan sampai negara yang tidak mau disebut negara liberal tiba-tiba menjadi beneran liberal di era pandemik ini.

Undang-Undang  36 tahun 2009 tentang Kesehatan (menimbang poin c) secara ekspresif menyatakan “bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara”. Secara ekstensif, saya menafsirkan bahwa pemerintah mengakui adanya gangguan kesehatan (wabah corona) mengakibatkan dampak perekonomian yg luar biasa bagi kehidupan masyarakat. Nah disinilah seharusnya mereka tidak lagi dibebankan pengeluaran-pengeluaran yang saya anggap tidak perlu karena itu bisa ditanggung negara. Logikanya, seluruh hal yang terkait langsung dengan wabah ini, termasuk upaya pengendalian penyebaran COVID 19 harus ditanggung negara. Jadi saya hanya berbicara dampak langsung ya, cukup dampak langsungnya dulu. Ga perlulah negara menanggung biaya penitipan anak (childcare) masyarakatnya. Lho apa hubungannya corona dengan urusan titip menitip anak. Kalo disini ada hubungannya boss! Biaya childcare ditanggung negara agar masyarakatnya tidak perlu bayar childcare yg mahal, trus ini diprioritaskan bagi anak-anak yang ortunya bekerja sebagai tenaga kesehatan. Pemerintah takut dong kalo mereka memilih tidak bekerja demi bisa mengurus anaknya di rumah karena kalo dibawa ke penitipan anak, biayanya mahal. Disinilah logikanya.

Tetapi saya salut dengan beberapa gubernur yang berkomitmen untuk menggratiskan biaya rapid test didaerahnya. Saya juga salut dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang berani menggelar Tes Swab massal ke sekitar 2000 warganya. Ini terobosan yg patut diapresiasi. Ini baru pemimpin dengan sense of crisis!!! Tidak menggangap semua ini sebagai kenormalan. Kalimat ini saya pinjam dari Pidato Kemarahan Pak Jokowi di tanggal 18 Juni 2020 lalu.

Wah kalo menggratiskan biaya rapid test atau test lainnya mahal bro, negara ga mampu! Jika ada anggapan ini, saya kembali teringat Pidato Kemarahan Presiden lagi. Apa benar penyerapan anggaran di kementerian itu demikian rendahnya. Apa benar anggaran Kemenkes yang 75 Trilliun itu baru terserap 1,53 persen? Ini baru satu kementerian kan ya? Lalu benarkah beberapa Pemerintah Provinsi lebih senang mengendapkan dananya di bank ketimbang mendistribusikannya kepada masyarakat yg terkena dampak pandemi ini? Benarkah jumlahnya secara total mencapai 170 trilliun?

Jadi untuk sekedar membiayai biaya rapid test atau bahkan biaya swab test saya yakin negara mampu. Biaya pelatihan online saja bisa dan mau, masak untuk urusan yg lebih penting tidak mau. O iya, bayangkan jika swab test dilakukan secara gratis dan massif dengan tempat yg tersebar luas di beberapa area, bukannya ini malah mendukung upaya pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus ini?

Saya lalu memprediksi (atau bahkan sudah terjadi) dua hal minimal yang akan terjadi jika persoalan rapid test ini tidak dituntaskan.

1.      Bisnis baru diatas bencana

Rapid test akan menjadi ladang bisnis baru. Pihak-pihak tertentu akan menjadikan rapid test sebagai alternatif pemasukan untuk mengganti keuntungan yg berkurang di masa pandemic. Jika rumah sakit mengadakan rapid test, ini masih masuk akal, tetapi akan ada paket rapid test untuk naik pesawat ataupun naik bus yang biayanya dimasukkan dalam komponen tiket. Lama-lama kalau dibiarkan, kita nanti berkunjung ke tempat wisata, harga tiket masuk sudah include biaya rapid test. Pemerintah memang sudah menentukan tariff batas atas rapid test itu Rp 150.000. Tapi, kalo melanggar apa sanksinya? Kebanyakan hukum di Indonesia bersifat lex imperfecta alias tidak sempurna karena tanpa sanksi. Apalagi kalo sudah menggunakan alasan klasik, kami swasta pak, tidak ikut pemerintah. Please acknowledge this is no time to be profiting from the pain of others.

Lalu soal alat rapid testnya sendiri, pasti akan banyak merek yang beredar di Indonesia dan pasti juga kualitasnya berbeda. Beda kualitas beda akurasi kan? Untuk apa bayar rapid test kalo hasilnya juga tidak akurat? Sudahkah semua yang beredar itu melalui proses semacam pengujian? Kita mungkin perlu mencari tahu ada apa di balik program rapid test ini? Siapa produsen alat-alatnya, siapa distributornya, adakah hubungan tertentu dengan pihak pengambil kebijakan? Ini sama halnya ketika kita akhirnya tahu mengapa program pelatihan online itu tetap dijalankan?

2.      Rapid test bayar, Vaksin Anti-corona pasti bayar juga

Jika rapid test saja bayar, nanti kita pun harus membayar untuk dapat divaksin anti-COVID 19. Kalo harganya mahal pun tetap akan terbeli. Kalau tidak divaksin, kalian tidak bisa bekerja, kalian tidak bisa bepergian, bahkan syarat vaksin bisa saja digunakan untuk pemenuhan kelengkapan administrasi kependudukan. Yang lebih parah, ada cap “pembawa penyakit” bagi mereka yang tidak mau divaksin.. Ini secara bisnis akan sangat menguntungkan bagi siapa saja yang berada di lingkaran bisnis vaksin nantinya. Disinilah negara harus turun tangan, dengan aturan lisensi wajib misalnya….

Yang lucu, mungkin kita melihat sebuah negara maju yang justru mampu memberikan vaksin Anti-Corona secara gratis kepada warga negaranya atau bahkan warga negara asing yang menjadi residen tetap atau penduduk di negara tersebut. Vaksin diberikan gratis kepada mereka yang secara ekonomi lebih mapan. Lalu, di belahan bumi lain, vaksin harus dibeli oleh mereka yang rentan secara ekonomi.

Jadi saya kembali teringat mengapa ketika 4 tahun terakhir di negara ini, saya sama sekali tidak pernah membeli air minum. Saya akan menjadi risau jika “keharusan” membeli air minum ini akan sama dengan “keharusan membeli vaksin” nantinya. Semoga saja saya salah.

Pasti akan muncul bantahan soal ini. Ya jangan samakan negara maju dengan negara berkembang dong, mereka kan kaya, sumber daya alam melimpah dsg. Sama halnya dengan alasan kita melihat mengapa ada orang yg lebih berhasil daripada orang lainnya. Jangan samakan dong, mereka kan lahir dalam keadaan kaya, pintar dari”sononya” dan mendapatkan banyak bantuan fasilitas. Jika mindset ini yang dipakai, tentu Pak Jokowi tidak akan pernah bisa menjadi seorang pemimpin, dan sungguh kasihan generasi muda yg sedang berjuang dan bermimpi to be someone great not just good, to be someone exceptional not just average or mediocre, mimpi mereka akan musnah kalau mereka tidak lahir kaya ataupun memiliki otak yang jenius…

Semoga tulisan ini bermanfaat di masa pandemi ini…

 

 

 

 



Selasa, 12 Mei 2020

Update Penanganan COVID-19 di Australia (2): Road to Recovery

Sebelum bercerita tentang rencana pemulihan dari pandemic global ini, berikut update terakhir jumlah kasus COVID-19 di Benua Kanguru per 12 May 2020. Jumlah penderita adalah 6948 orang; jumlah kematian adalah 97 orang; Jumlah pasien sembuh adalah 6179 orang; Jumlah yg dirawat di rumah sakit; 49 orang; dan jumlah yg dirawat di ICU adalah 16 orang; serta jumlah PCR test yg dilakukan adalah 855.199 dengan persentase hasil positif COVID-19 hanya 0,8 Persen.

Lalu mengapa Australia Berani Berbicara tentang Road to Recovery?

Dalam dua minggu terakhir, Australia konsisten mencatat pertumbuhan kasus baru COVID 19 yang relative sedikit. Hanya kurang dari 20 kasus baru per hari di seluruh wilayah Australia. Ini pun hanya terkonsentrasi di dua negara bagian, yakni New South Wales (Sydney) dan Victoria (Melbourne). Di negara bagian Australia Capital Territory (ACT) bahkan bisa dikatakan terbebas dari COVID-19 karena seluruh pasien sudah dinyatakan sembuh. Parameter inilah yang menjadi kunci mengapa Australia berani berbicara tentang rencana pemulihan. Jadi, ketika pertumbuhan kasus baru bisa ditekan serendah mungkin, dan konsisten terjadi selama dua minggu, serta dengan dukungan analisis pakar kesehatan yg akurat, maka mari kita berbicara tentang relaksasi ataupun upaya pemulihan.

Lalu seperti apa rencana pemulihan atau Road to Recovery?

Perdana Menteri Scot Morrison mengumumkan 3 tahapan (stages) umum yang dapat diambil oleh setiap negara bagian, yakni:

Stage 1

Di tahap ini, terdapat beberapa relaksasi dari pembatasan-pembatasan yg telah ditetapkan semenjak 20 Maret 2020. Sebagai contoh, setiap rumah dapat menerima tamu maksimal 5 orang; dapat berkumpul di area outdoor maksimal 10 orang, café dan rumah makan sudah bisa dibuka dan maksimal menerima 10 pengunjung; pemakaman dapat menerima sebanyak maksimal 30 orang; pernikahan maksimal 10 orang; penduduk diijinkan untuk pergi memancing, bermain golf, dan hiking; dan tim professional olahraga diijinkan untuk memulai sesi latihan.

Stage 2

Di tahap ini setiap pertemuan baik di ruang tertutup maupun terbuka dapat dihadiri maksimal 20 orang. Hal ini berarti café dan rumah makan bisa menerima pengunjung hingga 20 orang. Gyms, salon, galeri seni, museum, dan bioskop juga mulai dibuka. Beberapa Perjalanan AKAP alias antar kota antar propinsi (antar negara bagian di Aussie) sudah bisa dilakukan.

Stage 3

Di tahap ini setiap pertemuan dapat dihadiri hingga maksimal 100 orang. Pubs dan nightclubs juga dibuka. Perjalanan AKAP sudah diperkenankan seluruhnya. Penerbangan dari Australia menuju New Zealand juga sudah dimulai. Kemudian Australia masih mempertimbangkan menerima international student di tahapan ini dengan kewajiban karantina 14 hari tetap diberlakukan. Penduduk juga sudah diperkenankan kembali bekerja di kantornya alias no more work from home.

Lalu bagaimanakah dengan prinsip social distancing?

Apapun tahapannya, prinsip ini tetap diberlakukan secara mutlak. Jarak minimum antar orang adalah 1,5 meter. Pola hidup sehat dan bersih tetap diprioritaskan, dan pemerintah menganjurkan setiap penduduk untuk menggunakan applikasi COVIDsafe app. Penerbangan internasional (diluar keperluan studi) nampaknya belum akan dibuka mengingat 2/3 kasus COVID 19 berasal dari mereka yang datang dari luar negeri.

Lalu apakah negara bagian harus mengikuti rencana umum pemulihan ini?

Setiap negara bagian wajib mengikuti tahapan-tahapan umum yang diberlakukan ini, tetapi mereka memiliki kewenangan untuk memodifikasi tahapan atau proses relaksasi yang dikeluarkan pemerintah Federal (pusat). Sebagai contoh, di Negara Bagian Victoria, walaupun telah melakukan proses relaksasi stage 1, tidak semuanya mengikuti arahan pemerintah Federal. Victoria masih memberlakukan kebijakan take away only bagi café dan rumah makan padahal dalam stage 1 mereka diperkenankan untuk menerima pengunjung maksimal 10 orang. Uniknya, negara bagian Queensland sudah memperkenankan pub atau bar untuk dibuka mulai tanggal 15 May 2020 padahal pembukaan pub seharusnya berada di tahap 3. Sementara itu di Negara Bagian South Australia, mulai 8 Juni 2020, mereka memperbolehkan dibukanya museum, gym, dan bioskop walaupun sebenarnya ini berada di tahap 2. Jadi, negara bagian memiliki kewenangan penuh untuk menentukan derajat atau level relaksasi yang diterapkan. Prinsipnya, merekalah yang lebih tahu kondisi wilayahnya dan tidak selalu tergantung kepada arahan pemerintah Federal (pusat).

Lalu Bagaimana dengan Sekolah? Bisakah mereka melakukan Face-to-face learning?

Menyangkut sekolah, dan ini juga menjadi keunikan Australia, Pemerintah Federal menyerahkan sepenuhnya kewenangan untuk membuka/menutup sekolah kepada negara bagian. Namun hampir semua negara bagian telah membuka operasional sekolah dan pembelajaran kembali dilakukan secara face-to-face. Sebagai contoh, Negara Bagian New South Wales telah membuka sekolah per 12 Mei 2020, sementara Negara Bagian Victoria akan membuka sekolah pada 26 Mei 2020. Ini pun dilakukan secara bertahap dimana Prep, Grade 1, 2, dan 12 akan dimulai pada 26 Mei 2020 sementara Grade 3 s/d 11 akan dimulai 9 Juni 2020.

Jadi prinsipnya, ketika dulu proses semi-lockdown ini diterapkan secara bertahap, maka proses relaksasinya pun dilakukan secara bertahap pula dan sangat hati-hati karena potensi gelombang kedua COVID-19 pasti akan ada sebelum Vaksinnya benar-benar ditemukan.

Semoga bermanfaat.

 


Jumat, 01 Mei 2020

Ketika suatu Negara Minim KKN dan Minim Manusia “Parasite”, Bantuan Inilah yang bisa diberikan di Masa Krisis.


Status ini hanya sekedar sharing bagaimana manajemen pemerintahan yang mampu mengendalikan KKN dapat memberikan paket bantuan yang maksimal tidak hanya bagi warga negaranya, bahkan seluruh penduduknya di masa-masa genting saat ini. Bahkan, suatu negara liberal di waktu “normal” tiba-tiba mampu menjadi negara yang sosialis di waktu “genting”. 
O iya, saya gunakan term “pengendalian” dan bukan “pemberantasan” karena di negara-negara maju pun, kita masih menemukan KKN. Tetapi, seperti halnya pengendalian COVID 19, proses pencegahan yang cepat dan tepat, penegakan hukum yang tegas, ditambah kesadaran hukum masyarakat membuat KKN tidak menjadi virus yang menjalar di segala sendi kehidupan. 
Semangat pemberantasan KKN memang gencar dilakukan sejak era reformasi dan pemerintahan sekarang pun (khususnya periode pertama) telah menunjukkan komitmennya untuk melawan KKN. Tetapi, faktanya, tidak usah melihat jauh-jauh, kita dapat dengan mudah menemukan oknum pejabat di level kabupaten atau kecamatan melakukan KKN sekaligus. Iya, hattrick “K” “K” “N”. Sebagai contoh, oknum kuasa anggaran bisa saja me-mark-up nilai proyek (korupsi), menerima suap dari pihak yang ingin memenangkan tender (kolusi), dan mengajak sanak familinya untuk bekerja di tempatnya, tanpa proses seleksi yang memadai (Nepotisme). Manusia Parasite ini tentu tidak hanya seorang, tidak hanya di level terkecil, dan tidak hanya satu orang di masing-masing organisasi/institusi. Bisa dibayangkan jumlahnya jika dikalkulasikan seluruh Indonesia. Berjuta-juta parasite dengan praktek KKN-nya telah menggerogoti anggaran negara sehingga segala program, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan social menjadi tidak maksimal dan tidak tepat sasaran.
Sedikit perbandingan, saya bersyukur memiliki kesempatan tinggal di Australia, suatu negara yang relative maju dengan tingkat KKN yang rendah. Sehingga informasi ini sekedar memberikan contoh nyata bagaimana negara mampu memberikan beragam bantuan yang maksimal bagi warga negaranya, terutama saat menghadapi masa-masa krisis seperti ini.
Secara umum beberapa tipe bantuan yang diberikan Pemerintah Federal Australia antara lain
a.   Bantuan sebesar AUD 17.6 Milliar untuk sector ekonomi dan investasi. (Beberapa skema bantuannya akan saya jabarkan lebih lanjut)
b.      Bantuan sebesar AUD 2.4 Milliar untuk paket pelayanan kesehatan di masa COVID 19 bagi seluruh warga negara Australia
c.    Bantuan sebesar AUD 669 Juta, sebagai paket subsidi Medicare (BPJS Australia) khususnya bagi warganegara yang memerlukan telehealth services.
d.      Bantuan sebesar AUD 74 Juta yang dperuntukkan untuk penanganan mental health dan wellbeing.
e.      Fasilitas gratis home delivery obat-obatan bagi mereka yang harus menjalani isolasi mandiri di rumah-rumah.
Nah, yang akan saya jabarkan sedikit disini adalah paket bantuan di bidang ekonomi dan investasi. Terdapat beberapa kriteria umum seperti syarat kewarganegaraan dan permanen residen, kemudian keharusan terdaftar sebagai wajib pajak. Contohnya bagi individu wajib memiliki TFN alias Tax File Number, dan Perusahaan wajib memiliki ABN alias Australia Business Number. Paket bantuan yang saya sampaikan ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan paket bantuan yang diberikan. Tetapi contoh yang saya berikan terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut contoh-contohnya.
12 Maret 2020
Household Support Payment.
Bantuan tunai sebesar 2 x @AUD 750 (7,5 Juta)  yang diberikan dua kali di periode 31 Maret 2020 dan 13 Juli 2020. Penerimanya antara lain adalah veteran, janda, pensiunan dan kalangan difabel.

25 Maret 2020

Jobkeeper Payment

Pemerintah federal memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan swasta, baik yang bersifat profit ataupun non-profit. Subsidi ini harus dialokasikan untuk membayar gaji pegawai atau pekerja. Dalam skema ini, para pegawai perusaahan akan menerima AUD 1500 (15 Juta) setiap dua minggu sekali, mulai dari 30 Maret 2020 sampai 27 September 2020. Tidak hanya bagi yang full-time, tapi juga bagi part-timer dan casual workers.

Coronavirus Supplement

Jika mereka dinyatakan layak mendapatkan Joobkeeper payment diatas, maka para pekerja selain mendapatkan AUD 1500, mereka otomatis mendapatkan tambahan ekstra dana coronavirus supplement sebesar AUD 550 (5,5 Juta) setiap dua minggu sekali, mulai 27 April 2020 selama 6 bulan.

Youth Allowance job seeker payment

Bantuan diberikan kepada para remaja di rentang usia 16 sampai dengan 21 tahun yang kehilangan pekerjaan ataupun mengalami penurunan penghasilan akibat COVID 19. Bantuan diberikan setiap dua minggu sampai dengan COVID 19 berakhir. Jumlahnya pun berbeda-beda. Contoh:

Bantuan sebesar AUD 803 (8 juta) bagi mereka yg single, berusia dibawah 18 tahun, dan masih tinggal dengan orang tua;

Bantuan sebesar AUD 1012 (10 juta) bagi mereka yang single, berusia dibawah 18 tahun dan tinggal terpisah dari orang tua karena sekolah ataupun mencari pekerjaan.

Bantuan sebesar AUD 850 (8,5 juta) bag mereka yang single, berusia diatas 18 tahun dan tinggal dengan orang tua.

Jadi, dalam skema ini, satu rumah tangga bisa mendapatkan beragam bantuan. Suami dan Istri yang sama-sama bekerja, masing-masing akan mendapatkan bantuan jobkeeper payment dan coronavirus supplement, sementara anak-anak mereka (jika berusia 16-21 thn) akan mendapatkan Youth Allowance job seeker payment.

Atau katakanlah anda seorang janda (aktif bekerja) dengan 1 anak usia 17 tahun. Maka anda akan mendapatkan bantuan household support, jobkeeper payment dan coronavirus supplement. Sementara anak anda akan mendapatkan bantuan youth allowance seeker payment.

Tidak hanya Pemerintah Federal Australia, Pemerintah Negara Bagian pun memberikan bantuannya tersendiri dengan skema yang berbeda dan menargetkan pihak-pihak yang mungkin belum tercover oleh bantuan dari Pemerintah Federal.

15 April 2020
Rent Relief Grant
Pemerintah Negara Bagian Victoria telah mengalokasikan dana AUD 80 Juta yang diperuntukkan untuk seluruh penduduk Victoria (Warga Negara, Permanen Resident, Visa-visa tertentu seperti working holiday Visa) yang kesulitan melakukan pembayaran sewa tempat tinggal akibat COVID 19. Bantuan diberikan maksimal sebesar AUD 2000 dan diberikan langsung kepada agen atau pemilik tempat tinggal. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain jumlah tabungan kurang dari AUD 5000 dan penghasilan per minggu kurang dari AUD 1900.

29 April 2020
International Student Emergency Relief Fund
Pemerintah Negara Bagian Victoria telah memberikan dana sebesar AUD 45 Juta yang diperuntukkan bagi mahasiswa internasional yang kuliah di Victoria. Khususnya mereka yang kuliah dengan dana sendiri dan kehilangan part-time atau casual job akibat COVID 19. Setiap mereka yang memenuhi kriteria ini akan mendapatkan bantuan maksimal AUD 1100. Mengingat program ini baru saja diluncurkan, informasi terkait kriteria, durasi, dan metode pembayaran masih belum diberikan.

Semoga contoh-contoh diatas dapat memberikan sedikit gambaran bagaimana manajemen pemerintahan yang relatif mampu mengendalikan KKN, mampu memberikan beragam bantuan yang maksimal bagi warga negaranya. Bahkan terjadi suatu paradoks, Negara Liberal di waktu “normal” mampu menjadi negara yg sosialis di waktu yang “tidak normal”. Sementara, suburnya KKN dapat menjadikan suatu negara yang terlihat “sosialis” di waktu “normal” tiba-tiba menjadi negara liberal di waktu yang “tidak normal”.
Mari gelorakan semangat anti KKN agar generasi penerus kita mendapatkan segala hal yang lebih baik dari nenek, kakek, ayah dan ibunya, dan Mimpi Indonesia Jaya di 2045 tidak hanya sekedar menjadi “mimpi yang sempurna”.

Kamis, 30 April 2020

Menjadi Penulis yang Bebas dan Netral


Komitmen saya menggunakan medsos adalah untuk menyebarkan berita baik dan menuliskan ide-de positif yang bahkan telah dipublikasikan secara resmi oleh penerbit yang kredibel. Saya bersyukur tidak menggunakan medsos untuk ikut-ikutan menjadi pasangan calon pemimpin tertentu, baik di level nasional ataupun local. Saya sadar sebagai seorang ASN (Aparatur Sipil Negara), aturan mengharuskan saya untuk mengambil posisi netral dan tidak memihak. Apa jadinya jika seorang yang terdidik dan dianggap tahu hukum justru meremehkan aturan hukum yang ada. Menjadi ASN bukan berarti saya tidak boleh mengkritik pemerintah bukan? Sederet tulisan dalam 4 tahun terakhir menjadi bukti bahwa saya tetap menjalankan peran saya sebagai pengajar yang bebas dan netral walau dalam status tugas belajar. Dan prinsipnya, setiap kritik yang diberikan, harus disertai solusi yang konkrit dan masuk akal.
1.       Kritik tentang terlambatnya pengembangan pariwisata pensiunan di Indonesia (published by FH Univ. Brawijaya) https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/379
2.       Kritik tentang keterlibatan Indonesia dalam liberalisasi sektor Pariwisata yang terburu-buru (published by FH Univ. Indonesia)https://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/indjil10&div=9&id=&page=
3.       Kritik terhadap ketidakjelasan aturan hukum di bidang investasi pariwisata (published by FH Univ. Padjajaran) http://journal.unpad.ac.id/pjih/article/view/18774
4.       Kritik terhadap substansi perjanjian internasional  yang tidak mampu mengantisipasi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh investasi pariwisata yang berlebihan  (Published by FH Univ. Airlangga) https://pdfs.semanticscholar.org/6b73/01bb6a5ea0aa9244dfc04068b8587437a313.pdf
5.       Kritik terhadap keragu-raguan pemerintah dalam memberantas online gambling dari penyedia jasa luar negeri (published by FH Univ. Sebelas Maret) https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/view/19914
6.       Kritik terhadap kurangnya perlindungan lingkungan hidup dalam perjanjian internasional di bidang investasi yang dilakukan Indonesia (published by FH Univ. Hasanudin) http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev/article/view/1202
7.       Kritik terhadap tidak adanya “right to natural resources” bagi masyarakat adat sebagai faktor pelindung dari masifnya investasi asing di Indonesia (published by FH Univ. Hasanudin) http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev/article/view/111

Sabtu, 25 April 2020

Update Penanganan Corona di Australia (Per 24 April 2020)


Tulisan ini adalah sekedar sharing tentang bagaimana pola negara yang telah saya tinggali selama 4 tahun ini menangani virus corona. Tapi sebelumnya, inilah update terakhir data corona di Australia per 24 April 2020. Saya berusaha menggunakan Bahasa sederhana yang ringkas dan to the point, bukan yang “melangit” dan bertele-tele.

Jumlah confirmed case corona: 6675 (minggu lalu jumlah penderita virus corona di Australia lebih besar dari jumlah penderita di Indonesia).

Jumlah kematian akibat corona: 78 orang (Jadi persentase kematian akibat corona adalah 1, 16%).

Jumlah Pasien yg sembuh: 5136 (Jadi, orang masih berjuang melawan virus ini berjumlah 6675- 5136-78 = 1461 orang).

Jumlah penderita yg harus dirawat di rumah sakit: 138 dan 42 diantaranya harus berada di ICU.

Jumlah corona test yang dilakukan: 482.370 test (Jumlah ini adalah nomor dua terbanyak per ratio penduduk di dunia setelah Korea Selatan).

Jumlah persentase positif dari hasil test: 1,4 %.

Data ini menunjukkan bahwa pemerintahan Australia relatif berhasil mengendalikan penyebaran virus corona. Berikut saya sampaikan kronologi penyebaran virus corona di Australia.

Kasus pertama virus corona terjadi di kota Melbourne dan diumumkan pada tanggal 25 January. (bandingkan kasus pertama virus corona di USA; 20 Januari, Italy; 31 Januari, Spain; 31 Januari, Indonesia; 2 Maret).

25 Januari 2020

Kasus ini melibatkan seorang pria yang baru saja tiba di kota Melbourne pada tanggal 19 Januari setelah sempat mengunjungi kota Wuhan, epicentre pertama virus ini. Namun walaupun baru diumumkan di tanggal 25 January, pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian sudah menyatakan bahwa virus corona is not a matter of “if”, but “when” dan segala informasi terkait virus corona ini sudah disampaikan ke publik. Di sekolah, kampus, dan fasilitas public selalu terdapat poster-poster yang menerangkan pentingnya untuk mencuci tangan dan mengenakan masker apabila sakit. O iya, Australia hingga detik ini justru tidak merekomendasikan penggunaan masker bagi orang yang sehat.

1 Februari 2020

Australia termasuk negara yang pertama kali melakukan pelarangan terbang dari dan menuju China, tepatnya tanggal 1 Februari 2020. Pengecualian hanya berlaku bagi warga negara Australia yang kembali dari China. Tetapi mereka harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.

15 Maret 2020

Semua orang yang baru datang dari perjalanan internasional alias overseas travellers wajib melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.

20 Maret 2020

Semua penerbangan internasional ditutup. Pengecualian hanya untuk warga negara Australia yang baru tiba dari luar negeri, tetapi  harus melalui proses isolasi mandiri.

23 Maret 2020

Restrictions stage 1 untuk social gathering diterapkan. Pembatasan operasi untuk gym, pub, casino, restaurants (for take away only). Pertemuan religious menerapkan aturan one person per 4 square metre). Pertemuan yang melibatkan lebih dari 500 orang (indoor) dan lebih dari 1000 orang (outdoor) dilarang. Sekolah-sekolah masih diperbolehkan buka di stage ini.

24 Maret 2020

Penerbangan domestic hanya untuk kepentingan yang dikategorikan essentials alias penting.

25 Maret 2020

Hanya dalam waktu 2x 24 Jam, Pemerintah Federal langsung menaikkan level kewaspadaan menuju Restrictions Stage 2. Di level ini, hanya beberapa sector usaha yang masih diijinkan beroperasi seperti supermarket, pom bensin, farmasi dan food delivery. Selebihnya mereka harus tutup. Kewajiban menjaga jarak alias social distancing diterapkan. Event pernikahan diperbolehkan dengan maksimal melibatkan 5 orang. Pemakaman maksimal melibatkan 10 orang. Public gathering diperbolehkan dengan maksimal melibatkan 5 orang.

30 Maret 2020

Sadar bahwa 2/3 jumlah penderita virus berasal dari overseas travellers, maka pemerintah federal menetapkan bahwa semua warga negara Australia yang baru datang dari luar negeri harus melakukan proses karantina 14 hari di hotel2 yang ditentukan oleh pemerintah dengan penjagaan ketat polisi.

31 Maret 2020

Hanya berselang sekitar 5 hari dari restriction stage 2, restrictions stage 3 diterapkan. Pada level ini, pertemuan public maksimal melibatkan 2 orang. Masyarakat hanya diperkenankan ke luar rumah dengan 4 alasan. Belanja kebutuhan pokok,  berobat, berolahraga (jogging), bekerja atau belajar yg tidak mungkin dilakukan secara daring.

12 April 2020

Sejak tanggal ini, jumlah penderita baru virus ini konsisten berjumlah kurang dari 50 setiap harinya alias Australia is success in flattening the curve.

Kesimpulan


Tindakan tanggap pemerintah menjadi kunci kesuksesan pengendalian pandemik ini. Australia menjadi salah satu negara yang pertama kali melarang penerbangan dari dan menuju China. Walaupun tidak mengenal istilah lockdown, peningkatan level kewaspadaan (restriction stages) dilakukan secara cepat. Australia masih menerapkan level 1 di tanggal 23 Maret, namun di tanggal 31 Maret, tingkat kewaspadaan sudah di level 3.

Selain itu, proses penegakan hukum dilakukan secara tegas. Tidak ada hukum tanpa sanksi alias Lex Imperfecta. Setiap pelanggaran, khususnya social distancing, on the spot fine alias denda di tempat diterapkan. Masyarakat Australia sebenarnya tidak memiliki kedisiplinan yang tinggi, namun adanya sanksi tegas membuat efek jera. Pernah terjadi kasus 3 anak muda yang didenda AUD 1000 (10 Juta) karena bermain game di lounge suatu asrama mahasiwa. Denda pernah pula diterapkan kepada 6 pria yang terpergok bermain basket di suatu taman. Bondi Beach langsung ditutup begitu polisi melihat kerumunan massa yg ternyata mereka hanya berjemur dan tidak berolahraga. Minister of Arts dari pemerintahan negara bagian New South Wales langsung mengundurkan diri dari jabatannya karena terkena denda akibat melanggar aturan social distancing.

Kemudian, terdapat pembagian kewenangan yang tegas antara Pemerintah Federal (Pusat) dengan Pemerintah Negara Bagian (daerah). Pemerintahan federal memperbolehkan beberapa negara bagian untuk melakukan penutupan batas wilayahya (Border Closure). Tasmania dan Western Australia yang pertama kali menerapkan larangan berkunjung ke wilayahnya. Jadi, pemerintah negara bagian memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan wilayah. Pemerintah negara bagian juga memiliki kewenangan untuk menentukan boleh/tidaknya sekolah-sekolah kembali buka secara normal. Pemerintah negara bagian New South Wales sudah mengijinkan sekolah beroperasi di tanggal 29 April nanti, sementara pemerintah negara bagian Victoria belum. Namun, untuk aturan terkait level kewaspadaan (Restriction stages), Pemerintah Federal memiliki kewenangan mutlak dan pemerintah negara bagian wajib mengikuti.




Senin, 09 Desember 2019

Hari Anti-Korupsi dan Nasehat Almarhum Ayah Lewat Aksi Nyata


Memperingati hari anti-korupsi, sy menemukan file video lama yg ternyata meninggalkan value dan spirit anti-korupsi. Sedikit cerita soal almarhum ayah. Beliau adalah Birokrat Pemprov Bali yg hampir selama 15 tahun bertugas di berbagai dinas/biro yg bisa dikategorikan "basah". Contohnya, Beliau sempat bertugas di Biro Keuangan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, mulai di masa Gubernur IB Oka, Dewa Beratha, hingga Mangku Pastika.

Video ini sy rekam di sekitar tahun 2009 dimana saat itu almarhum ayah (berbaju merah maron) dinyatakan pensiun. Hanya selang sebulan setelah pensiun, almarhum menugaskan semua anggota keluarga untuk berkemas dan segera meninggalkan rumah dinas yg berlokasi di denpasar timur. Tidak ada alasan untuk tinggal lebih lama krn beliau mengatakan kita tidak berhak lagi tinggal di tempat ini krn tidak lagi menjadi hak kita. Rumah (beserta perabotannya) dan mobil dinas harus segera dikembalikan. Ini tentu berbeda dgn praktek2 sebelumnya dimana para pejabat dapat saja memiliki rumah dinas bahkan sampai mewariskannya kepada keturunannya. Sy pun setelah merekam video ini ditugaskan utk membawa mobil dinas beliau ke tempat cuci agar kondisinya bersih saat dikembalikan keesokan harinya.

O iya di video ini terekam pula harta-harta bergerak yg beliau miliki saat pensiun. Selama 15 tahun di eselon 2, beliau memiliki 2 buah Daihatsu Feroza dan 1 buah sepeda motor Suzuki Tornado GS. 1 mobil beliau masih sy gunakan hingga saat ini. Silahkan menilai sendiri apakah ini termasuk kategori wajar atau tidak.

Soal apakah ada anak atau kerabatnya yg menjadi PNS, sedikit cerita, ayah sempat beberapa kali menjadi sekretaris atau anggota Tim Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) PNS di Bali. Posisi ini memungkinkan beliau untuk memasukkan anak atau kerabatnya menjadi PNS atau yg saat ini dikenal sbg ASN. Sepanjang ingatan sy, tidak pernah ada kerabatnya yg beliau "selundupkan" untuk bisa menjadi PNS. Sy sebagai anak kandungnya pun juga tidak mengikuti jejak beliau sebagai birokrat.

Cerita ini mungkin cerita biasa saja, tapi bagi sy ini sungguh meninggalkan value/spirit yg begitu membekas. Setidaknya video ini menjadi sebuah nasehat konkrit bahwa beliau tentu menginginkan sy pun bisa mengikuti nasehatnya.

Ketika pemerintahan saat ini mulai menitikberatkan pencegahan korupsi, tentu kisah-kisah seperti ini (sebagai bagian dari pendidikan keluarga) memiliki peran yg penting. Sudah saatnya para orang tua untuk mulai mengajarkan semangat anti-korupsi di kehidupan sehari-hari dgn tidak hanya berwacana tetapi juga melalui perilaku konkrit krn pasti akan meninggalkan sebuah pelajaran hidup bagi sang anak kelak.

Semoga cerita ini bermanfaat dan walau seandainya kita belum bisa memerangi korupsi di Indonesia setidaknya kita bisa menularkan semangat anti-korupsi di lingkungan kita sendiri, dari hal-hal yg terkecil dan mulai hari ini.

Jumat, 15 November 2019

Konsep Perkuliahan di Era Revolusi Industri 4.0


Tulisan ini adalah tulisan spontan yang  sy buat sambil menunggu my little Kinan yang sedang perform dance monke y di sekolahnya. Tetapi semoga tidak mengurangi ‘gizi’ tulisan ini. Pertama, sy menyambut baik terpilihnya Mas Nadim Makarim sebagai Mendikbud yang baru. Sy termasuk orang yang antusias dengan terpilihnya beliau, terlebih pendidikan tinggi pun akan kembali ditempatkan dalam Kemdikbud. Semoga mantan CEO Go-Jek ini dengan segala kapasitas dan kreativitasnya yang sudah terbukti di Go-JeK, mampu membuat pendidikan Indonesia Go-Overseas dan Go-Global.

Ok, tulisan ini sekedar pemikiran spontan tentang Konsep perkuliahan di Era Revolusi Industri 4.0. Tujuan akhirnya adalah, dalam ranah pendidikan tinggi, pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas dosen, mahasiswa dan pegawai sekaligus memperkecil ruang manipulasi dan kompromi. Sekali lagi sy menyampaikan ide dan pemikiran dengan mencoba menggunakan Bahasa sehari hari atau bahkan prokem sehingga lebih mudah dimengerti, apalagi ini ditulis untuk segmen media social bukan ilmiah.

Lalu seperti apa konkritnya

Sisi Absensi

Perlu adanya absensi perkuliahan dengan absensi pengenalan wajah. Tak hanya untuk mahasiswa, tetapi juga dosen. Ini untuk mempekecil peluang  bisnis JASTIP di kelas alias jasa titip absen. Di level sekolah, beberapa aplikasi di sekolah yang  saat ini digunakan sudah bagus, tinggal dimodifikasi saja untuk diterapkan di level perkuliahan. Sy pernah melihat applikasi KitaSchool (absensi sekolah berbasis cloud) yang cukup jelas dan transparan merekam jejak performa murid2 sekolah. Selain itu, aplikasi ini akan menjadi bank atau basis data semua materi perkuliahan, jadwal, waktu, tempat kuliah. Tidak ada alasan lagi terlambat kek, ga tahu kelas kek, salah jadwal kek, dan alasan2 pemaaf lainnya, karena dengan aplikasi ini kesalahanmu tak akan lagi termaafkan….Tak hanya bagi mahasiswa, bagi si dosen juga. Bayangkan jika aplikasi ini akan memiliki fitur-fitur yg lengkap dan mudah, semudah kita memilih menu makanan di Go-food.

Bagi mahasiwa KUPU KUPU alias kuliah pulang - kuliah pulang, aplikasi ini justru membantu mereka lebih efisien, apalagi jika mereka punya hobi/aktivitas sampingan, seperti merintis bisnis online. Bagi mahasiwa KURA KURA alias kuliah rapat – kuliah rapat, lho bukannya aplikasi ini malah membantu  mengatur jadwal mereka sehingga mereka akan semakin aktif berogrganisasi karena jadwal kuliah lebih pasti dan tidak berubah-ubah seperti  jadwal Liga 1 sepakbola. Aplikasi ini juga bisa diintergrasikan dgn task/assignment mahasiswa jadi mereka tidak perlu ribet urusan ini, assignment upload aja, paperless is better. Tak perlu lah, print beratus-ratus halaman, toh juga pd akhirnya akan jadi sampah.
Logikanya, masak urusan basic spt beli makan atau beli obat aja sdh berbasis online, masak urusan seperti ini masih manual gan? Jangan katrok-lah. You better change or you punah….kata Bu Menkeu inspiratif kita, Sri Mulyani.

Sisi Perkuliahan

Kuliah online bisa dilaksanakan apabila memang tatap muka tak bisa dilaksanakan. Sekali lagi, ini hanya untuk  pilihan kedua guys. Apabila memang kuliah tatap muka sama sekali tak bisa dilakukan.Lalu caranya? Kuliah online dengan memanfaatkan Webinar, bukannya sdh mulai lazim? Jadi dosen bisa darimana aja memberi kuliah dan mahasiswa bisa darimana saja mengikuti perkuliahan. Lalu jika wifi jd alasan? Dosen suruh ngomong sendiri terus rekam dan upload di akun youtube-nya, atau upload di website kampus. Mahasiswa, yang  tipikalnya ‘mati sesat’ alias mau gratisan setiap saat, bisa akses wifi  gratis di area fasilitas publik. Bahkan beberapa banjar di Bali sudah ada wifi gratis. Jangan cari alasan lagi soal wifi,  wifi jangan hanya dipakai buat game online, nonton gossip atau pranks….

Dosen pun bisa menyiapkan materi PPT dengan file suara, jadi akan semakin memperjelas materi kuliah yg diberikan. Lalu, setiap perkuliahan sudah saatnya memiliki rekaman suara. Jadi,  mahasiswa yang absen pun masih bisa mendengar rekaman perkuliahan. Bagi dosen, mereka pun akan benar-benar memberikan kuliah dan bukan berlatih stand up comedy atau menjadi dosen saiko yg suka marah2 ga jelas. Kampus-kampus  luar negeri  sudah menerapkan ini dimana para mahasiswa bisa mendownload rekaman suara perkuliahan melalui website kampus.

CCTV atau bahkan IP Camera sdh selayaknya tersedia. Di saat UTS atau UAS, Dosen tak perlu lagi capek-capek  dengan mata melotot apalagi sampai mnghardik mahasiswa yang nyontek, ngerpek dsg. CCTV is evidence. Bahkan, kita bisa lihat dari rumah saat mengawasi situasi ujian. Jika ada yg melanggar, tinggal catat dan tindak.   Anggaplah seperti ini, kita bisa pasang CCTV dirumah kita dan pantau aktivitas anak2 kita di rumah bahkan di saat kita berada di Luar negeri kan? Hasilnya, entah itu anak petani atau anak /saudara/tetangga boss besar, begitu mereka melanggar, dosen bisa memberi sanksi tegas dan alat bukti yg kuat. Pakai IP camera bahkan lbh bagus lagi, karena resolusinya lbh tinggi.

Lalu bimbingan skripsi?

Ini malah lebih mudah, selain masih bisa Webinar, bisa juga pakai skype kan, jadi bimbingan skripsi tidak harus face to face kan. Ga ada alasan skripsi ngadat krn dosen susah ditemui, dan dosen tak bisa lagi pakai alasan sibuk utk menghambat skripsi mahasiswa. Win-win solution kan?
Apa ini tidak terlalu ambisius?

Sekarang Mobil otonom dengan teknologi 5G sudah mulai jalan kok, masak urusan yang lebih simple tidak bisa dibuat. Terus kalo kita pernah liat film Eagle Eye (2008) atau Total Recall (2012), mungkin kita sadar bahwa apa yang  sy bilang saat ini adalah hal yang sangat biasa bagi mereka yg melek teknologi. O iya, beberapa teman dosen yang  saya kenal sudah mulai cakap teknologi. Namun, ini masih tergantung pada kemampun individu si dosen-dosen  tsb dan belum tersistematis dan menyeluruh. Barcelona tidak akan pernah sehebat sekarang jika hanya mengandalkan kemampuan individu Lionel Messi dan Luis Suarez bukan?

Nah, sekarang  terserah kita punya niat atau tak punya niat. Bedanya simple. Orang punya niat itu cari cara/jalan, orang  tak ada niat itu cari alasan. Where there’s a will there’s a way bro/sis!!!

Maaf bila ada yg tidak berkenan dengan tulisan ini.


Jumat, 25 Oktober 2019

Pak Jokowi dan Pak Wishnutama, mulailah serius menggarap Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) dan jangan biarkan ‘turis kéré’ aka ‘turis ampas’ berkeliaran di tanah nusantara.


Tulisan ini adalah tulisan sy sendiri yg berjudul ‘RETIRE IN PARADISE: URGENSI PENGATURAN PARIWISATA PENSIUNAN (RETIREMENT TOURISM) DI INDONESIA (https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/379) dan telah dipublikasikan di Arena Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Melalui medsos sy mencoba untuk menceritakan kembali dgn Bahasa sederhana dan sedikit prokem agar mudah dimengerti.

Sy membaca pesan Pak Jokowi kpd Pak Wishnutama selaku Menteri Pariwisata yg baru. Singkat cerita, ada 4 target pariwisata Indonesia yakni peningkatan devisa, jumlah kunjungan turis, kualitas kepariwisataan dan waktu serta uang yg dibelanjakan oleh turis.

Tentu sebuah pesan atau lebih formilnya instruksi, disebabkan oleh adanya suatu tren, fenomena atau capaian statistik yg gagal. Ada fenomena/tren yg kurang mengenakkan di dunia pariwisata Indonesia. Semangat utk mengejar target kunjungan turis pd akhirnya mendegradasi kualitas pariwisata. Pariwisata dikemas sbg pariwisata murah. Paket wisata murah, hotel murah, restoran murah dsg. Tak salah jika pd akhirnya konsumen dari segmen pariwisata ini adalah ‘turis kere’ aka ‘turis ampas’ di negaranya. Pernahkah mendengar turis2 asing yg mengemplang biaya hotel/makan, mengais2 sampah tuk bertahan hidup, yg menyewa kos-kosan dlm waktu lama, turis jambret/rampok, turis asing pencari nafkah atau yg pd akhirnya memacari/menikahi warga lokal untk menyambung hidup? Inilah bukti konkrit mindset pengembangan pariwisata yg salah!!! Mau bicara statistik? Target kunjungan pariwisata Indonesia di 2019 adalah 20 Juta wisatawan per tahun. Lalu hasilnya? Ambyar! Hanya 17 juta kurang itupun sudah dgn menggencarkan ‘pariwisata murah’. Mungkin inilah sebabnya menteri pariwisata sebelumnya diganti, walau sy sangat yakin ini bukan hanya persoalan kapasitas menteri scr personal.

Lalu apa solusinya?
Yuk garap serius Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism)

Kenapa harus segmen ini?

1.  Pasar potensial
Data PBB menyebutkan 1/3 populasi dunia di tahun 2025 berumur di atas 60 Tahun. Hampir 30% penduduk Jepang berusia di atas 65 tahun. Di negaranya Donald Trump, dalam 5 thn terakhir, segmen pariwisata pensiunan menjadi salah satu kontributor utama pemasukan devisa pariwisata.

2. Segmen Pariwisata Terkaya
Turis pensiunan tentu memiliki modal finansial yang lebih kuat dan terencana. Mereka pasti telah melakukan perencanaan finansial secara matang untuk melakukan kunjungan wisata di hari tua di waktu mereka produktif bekerja. Ketika berbelanja, mereka pasti lebih banyak membelanjakan uangnya, apalagi jika disertai waktu kunjungan yg lama.

3. Segmen yg tidak mengenal musim ramai atau musim sepi
Segmen ini tidak mengenal musim bahkan mereka akan tinggal dalam waktu yang cukup lama dan disertai dengan penyewaan atau bahkan pembelian properti.

4. Segmen yg membutuhkan banyak tenaga kerja
Dari aspek medis, turis pensiunan pasti butuh pelayanan kesehatan yang rutin mengingat kondisi fisik dan mental mereka. Ini akan menjadi peluang bagi pengembangan jasa rumah sakit, SDM dan teknologi kesehatan. Tidak hanya soal medis, untuk menunjang kehidupannya, mereka pun akan membutuhkan jasa asisten rumah tangga, driver, atau mungkin tenaga keamanan. Ini semua adalah kesempatan kerja yg luar biasa? Apakah ini tidak terlalu mahal? Guys, sbg ilustrasi, di Australia, biaya 1x makan normal di restoran standar adalah 20 AUD (alias 200 Ribu). Maka, jika mereka membayar asisten RT sebesar 20 AUD selama 6 jam, ini masih sangat terjangkau bagi mereka. Ingat ini turis bukan ‘turis kere’.

5. Segmen ini lebih suka atraksi budaya ketimbang hiburan malam
Kenapa mereka datang berkunjung ke suatu daerah? Atraksi budaya adalah jawabannya. Prinsipnya, makin unik dan autentik budayanya, mereka akan semakin tertarik. Mereka tidak butuh hiburan malam. Selain mereka sudah puas melakukannya di masa muda, model hiburan malam pun jauh lebih megah dan beragam di negara asalnya. Apalagi jika ditambah judi dan prostitusi yang dihalalkan.

6. Segmen ini adalah ‘Environmentally Caring’
Ini terkait dengan karakter turis pensiunan yg lebih suka menikmati suasana pantai, danau, pegunungan dan daerah pedesaan ketimbang berjoget-joget ria di kafe remang-remang. Mereka pun akan lebih memilih hotel yg berkonsep hijau, bersih dan sehat dan bukan tipikal penikmat hotel kapsul, hostel, apalagi kos-kosan.

7. Segmen yg memungkinkan sektor Pertanian ikut berkembang
Turis pensiunan, tidak spt turis2 konvensional, tentu membutuhkan asupan makanan yg berbeda. Adalah keharusan bagi mereka untuk mengkonsumsi makanan yg lebih segar dan sehat. No more junk food or gorengan guys! Jadi, sector pertanian pun akan berkembang seiring peningkatan pasar turis pensiunan.

8. Investasi-investasi!
Istilah investasi nampaknya menjadi istilah favorit Kabinet Kerja Jilid 2. Selain terdapat Badan Koordinasi Penanaman Modal, terdapat pula Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi. Nah, jika segmen ini tergarap serius, tentu dibutuhkan pembangunan2 sarana akomodasi utk segmen turis pensiunan. Ini karena suatu akomodasi atau tempat tinggal harus melewati proses akreditasi tertentu agar dapat aman dan nyaman ditinggali oleh turis pensiunan.

Sayangnya, walau potensinya sangat besar, dari sisi hukum, belum terdapat pengaturan secara khusus terkait pengembangan pariwisata pensiunan ini. Tanpa legalitas berarti segala sesuatunya belum atau tidak pasti. Pemerintah, investor, dan turisnya pun menjadi ragu-ragu utk melakukan sesuatu.

Lalu seperti apa modelnya?
Nah, sebagai orang yg belajar hukum, sy mencoba merumuskan beberapa aturan yg harus ada apabila pemerintah saat ini serius meggarap pasar turis/pariwisata pensiunan. Intinya harus terdapat 4 model pengaturan yakni: model pengaturan yg melihat sifat dan kebutuhan khusus turis pensiunan, model pengaturan yg bersinergi dengan konsep pariwisata berkelanjutan;  yg mampu bersinergi dgn instansi lain terkait; dan memungkinkan terbentuknya IRTA atau Indonesia Retirement Tourism Authority. Detail dari setiap model ini tentu terdapat dalam tulisan sy ini apabila dibaca secara utuh.

Lalu apakah kita sudah terlambat apabila mulai mengembangkan Pariwisata Pensiunan?

Iya, kita terlambat, but it is better to late than never….Sebagai contoh, Thailand sdh mengembangkan program ‘Thailand Travel Shield” dgn ‘Retirement Visa’-nya. Malaysia gencar mempromosikan program ‘Malaysia My Second Home’ utk turis pensiunan. Bahkan mereka memberikan izin kepemilikan property bagi orang asing yg menikmati pensiun di sana. Lalu Filipina sdh memiliki Philipine Retirement Authority (PRA) yg memberikan sertifikat akreditasi perumahan, layanan gaya hidup, dan kesehatan bagi penyedia jasa turis pensiunan.

All in all, inilah saripati tulisan sy dan semoga pemerintahan baru saat ini tidak hanya mengejar target-target pariwisata yg menomorduakan kualitas pariwisata itu sendiri sehingga kelak kita bisa berkata bahwa Pariwisata kita bukan ‘Pariwisata Murah’ apalagi ‘Pariwisata Murahan’. Beras, Minyak Goreng, atau Pendidikan Murah adalah wajib krn itu dikonsumsi dan dibutuhkan masyarakat kita, tapi pariwisata jangan murah dong, apalagi kalo yg mengkonsumsi adalah warga asing.

Semoga bermanfaat.


Kok Rapid Test Bayar?

Kok Rapid Test Bayar? Ada hal yang membuat saya sedikit heran akhir-akhir ini, yakni   soal rapid test. Logika saya sederhana? Mengapa kit...